pagi ini

Pagi ini menjadi pagi yang sangat menyebalkan.
Aku mengingat hal menyebalkan yang dilakukan adikku tadi malam sebelum tidur.
Kebiasaanku, kalau kekesalanku tidak kulampiaskan dengan marah, aku akan menangis.
Tapi akhir-akhir ini aku belajar untuk memendam, berharap luruh bersama malam.
Tapi ternyata tidak.

Pagi ini, aku sampai berujar dalam hatiku, "anggap aja adikmu tidak ada, dari pada kau harus marah". Dan kulakukan.

Oh, pacarku kena imbasnya. Rasanya aku cuek sekali tadi malam.
Dan pagi ini aku tidak mengiriminya pesan apa pun. Kondisi hatiku masih tidak baik.

Aku hampir terlambat untuk bertemu seseorang.
Saat terburu-buru sifat teledorku meningkat seratus kali lipat.
Waktu merapikan rambut, antingku jatuh, entah kemana, aku kesal pada diriku sendiri.
Lalu kucoba cara jitu untuk menenangkanku, berbicara pada diri sendiri, "tenang, pelan-pelan carinya, ada kok, coba lihat lagi pelan-pelan". Ya aku bergumam sendiri, ketemu.

Sebelum meninggalkan rumah, aku merutuki diri sendiri, pakaianku yang sudah kujemur dua hari lalu, belum juga kuambil dari jemuran.
Aku mengeluh, "haah !"
Kuambil dengan terburu-buru. Meletakkannya asal di tempat tidur. Lalu tiba-tiba adikku berteriak, "itu ada yang belum kering loh". Ternyata ada baju yang baru dijemurnya kemarin malam. Ya aku memang tidak memperhatikan.
Aku tidak melihatnya saat dia berteriak. Dia kesal sambil memisahkan baju yang belum dan sudah kering. Aku mengambil tasku dan meninggalkan rumah tanpa pamit.
Aku ingat. Aku terburu-buru

Aku harus mencetak beberapa dokumen sebelum bertemu temanku itu. Aku berjalan cepat ke tempat print dan...
TUTUP
Aku kesal sekali. Aku sempat berpikir mencari tempat print dekat tempat tinggalku, dan...
tidak ada, selain yang tutup itu.
Lalu aku memesan ojek online. Destinasinya ke tempat print dekat dengan tempat janjianku.
Baru saja lima menit perjalanan, temanku mengatakan dia tidak bisa menemuiku karena sedang sakit.
"Apa lagi ini?", aku semakin merasa sesak.
Tidak mungkin aku membatalkan perjalananku. Aku tetap pergi.

Lebih dari setengah jam perjalanan, tempatnya memang cukup jauh, aku akhirnya sampai.
"Bang, mau nge-print. Tapi mau edit dokumennya sedikit", kataku setelah masuk ke tempat print itu.
"Oh, ga bisa edit dokumen disini mba", balasnya.
Aku kesal? Tentu saja. Aku hanya berucap oke dan pergi meninggalkan tempat itu.
Aku pergi sejauh ini hanya untuk mencetak dokumen yang bahkan tidak bisa di-edit.
Aku menenangkan diriku. Lima menit kemudian, aku membuka google dan mencari tempat print dekat situ. Ketemu, 450 meter, dekat. Lalu HP kumasukkan ke tas dan berjalan. Setelah lebih dari 500 meter dan tidak menemukan tempatnya, aku membuka google maps lagi. Ternyata aku salah arah. Aku pergi kearah selatan sementara tempat itu disebelah timur dari tempat awalku tadi.

Aku sudah lelah dan menyerah untuk marah, Aku berjalan kearah yang benar. Satu kilometer, tidak terasa jauh karena jalanan ramai oleh manusia pencari nafkah.
Aku sampai di tempat print yang baru, masuk dan mengatakan aku ingin mencetak dokumen dan butuh meng-edit dokumennya.
Tiba-tiba si abang penjaga yang sedang sibuk mengatur margin kertas yang ingin dicetaknya mengatakan hal yang sama. Tidak bisa meng-edit dokumen di tempat itu. Aku menunduk. "Sedikit kok yang mau di-edit", kataku.
"Sedikitnya ini seberapa sedikit?", tanyanya dengan ketus.
"Dua baris kalimat", kataku.
"Edit sendiri ya, kita ga bisa edit-in", jawabnya dengan nada yang sama.
"Oke", kataku nyaris tak terdengar.

Aku sampai tidak konsen lagi dengan apa yang ku-edit, dicetak, dan ternyata salah. Setelah melakukan perbaikan dan benar, aku kembali merutuki diriku yang harus membayar dua kali lipat karena aku tidak konsentrasi.
Tau kenapa aku memaksa mencetak dokumen itu? Karena ada orang lain yang akan menerima dokumen itu selain teman janjianku itu.

Selesai, aku keluar tempat itu. Duduk di bangku kayu dan menangis.
Setelah menangis, aku memesan ojek online lagi untuk ke tempat tujuanku sebenarnya.
Lalu?
Orang yang akan kuberikan dokumen selain teman janjianku itu juga tidak ada di tempat.
What a day?

Aku melangkah gontai, memesan ojek online, untuk ketiga kalinya pagi ini, membuat destinasi ke kantorku. Si bapak menawariku masker penutup mulut dan hidung, kuterima, lalu kami berangkat. Sepanjang perjalanan aku menangis.
Menyebut nama kedua orang tuaku, berbicara sendiri bilang aku capek. Semua jahat. Semesta aja ga mendukung. Pengen pulang, pengen peluk mama, pengen ceritain semuanya sama bapak.
Oh, aku menulis ini juga hampir menangis, tapi tidak boleh. Aku sudah di kantor.

Tadi selagi menangis di perjalanan ke kantorku, pacarku mengirimiku pesan. Kuulangi lagi dengan berbicara sendiri, "lah kau kan bermasalah ama dirimu sendiri, kenapa pacarmu juga kena imbasnya? ga adil dong"
Aku memutuskan untuk membalas. Sepertinya rasa sensitifku belum berkurang, jadi saat dia membalas pesanku lama, aku sedikit kesal, tapi kubiarkan. Aku minta maaf padanya karena sikapku tadi malam. Untung saja dia memang tipe pacar ga baper kalo kata orang-orang.

Ah !
Sudah lama sekali tidak mengalami pagi yang seperti ini !

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Musim Kehilangan