Postingan

Menampilkan postingan dari 2018

Caraku Mengikhlaskan "nya"

Halo, Kemarin kita pernah bertemu di CGV GI, ku kira kau tidak akan peduli siapa aku. Tapi karna beberapa hari lalu aku menemukan kau melihat insta story ku, aku jadi berpikir mengirimimu ini. Aku menulis ini sudah lama sekali, sebelum aku lupa tentang hal-hal ini. Berharap suatu saat aku mengirimnya pada seseorang, dan sepertinya kau orangnya. Aku, Seorang gadis yang menghabiskan waktu lebih dari tiga tahun untuk mendampingi priamu sebelum akhirnya meninggalkanku dan memilihmu. Tidak, aku tidak berniat mencampuri hubungan kalian atau bahkan merebutnya darimu. Aku sudah ikhlas jika dia memilih yang lain. Aku tau, tidak ada jalan lagi untuk kami. Ah ya, Dia suka sepak bola, kau pasti sudah tau. Jadi jika malam minggunya diisi dengan futsal, kau jangan marah, kau juga sudah pernah diajak ketempat dia bermain futsal, bukan? Tapi diawal hubungan kalian, dia pasti akan lebih memilihmu dibanding futsal, semoga seterusnya begitu. Dia suka jus alpukat. Jika dia bilang "

Tentang Pernikahan

Sudah menjelang usia menerima banyak pertanyaan "kapan"? Sudah mulai muak? Atau sudah tahap pasrah? Tidak! Aku tidak akan menggurui Apalah aku Pernikahan itu sesuatu yang manis, bahagia, berat, butuh mental baja Itu bukan aku yang bilang Hanya saja, gambarannya mungkin seperti itu Dariku... Pernikahan itu menakutkan Coba bayangkan kau hidup dengan hanya satu orang sebagai pasanganmu dan menghabiskan waktu seumur hidupmu dengannya. Well, why? Nothing. Feel like horrible (if she/he is the wrong choice) Tapi beberapa cerita memang menjadikannya menakutkan Seorang suami meninggalkan istri dan anak-anaknya hanya karena ia dipaksa Ibunya memiliki anak laki-laki dengan cara menikahi wanita lain. Sang suami melakukannya. Dude, it's 20th century and A SON ? seriously? Kemarin seorang perempuan ditinggal oleh lelakinya, beberapa hari setelah mereka menyebar undangan pernikahan. Mereka hidup sebagai pasangan yang saling melukai. Luka fisik dan batin dan... s

HAMBAR

Aku tidak meminta ada di posisi ini Bahkan aku tidak pernah membayangkan bisa ada di titik ini Maksudku, aku sudah berusaha menepis, tapi aku dipaksa menerima, aku memang ada disini, sekarang Mengerang hal yang tidak kumengerti Seakan logika dan perasaan mati seketika Entah kapan bisa bernyawa lagi, jangan sampai tidak ! Aku akan merutuki diriku jika ini berlangsung lebih lama lagi Ternyata ini yang terjadi setelah sekuat tenaga aku berusaha mempelajari laku ikhlas Ia membuang rasa yang seharusnya masih bisa tinggal Ia membawa serta rasa sakit dan rasa rindu, mungkin juga rasa cinta sekaligus Lalu, tidak ada yang tersisa Maka ketika pintu diketuk Ruang yang kusediakan sudah tersedia Hambar tersingkap Ia yang datang dan berlalu, ah ya, begitu saja Perlu dia yang tidak lelah berusaha harus hingga muak Ini perintah !

Sekar dan Polisi yang Ditolak Pinangannya

Namanya Sekar. Ah ya, nama Indonesia sekali bukan? Artinya Bunga, dari bahasa Jawa. Beberapa bulan lalu ia dipinang oleh seorang polisi, tapi ia menolak. "Kenapa?", tanya teman sepermainannya. "Dia belum siap menikah", jawab Sekar. "Bagaimana kau tau?", temannya penasaran. "Jam tangannya masih di kredit", Sekar masih sibuk dengan kain strimin dan sulaman bunga di tangannya. "Hanya karena itu?", masih dengan wajah penasaran. "Katanya dia ingin punya mobil, tapi masih punya utang dimana-mana", lanjut Sekar. "Kemarin dia meminjam uang padaku, tak kuberikan, ini bukan kali pertama dia meminjamiku", Sekar mulai bercerita panjang lebar. Ah, kesempatan baik menggali informasi,  kata temannya dalam hati. "Lalu?", lanjut temannya. Ia tahu bahwa ketika Sekar sedang fokus pada sesuatu dan ditanyai hal lain, dia pasti akan menceritakan semuanya, tidak ditutup-tutupi. "Katanya dia sudah punya rumah. T

menyambut orang lain untuk tinggal tidak lagi sekadar singgah?

Aku punya banyak sekali kesempatan, denganmu. Entah kau yang membukanya atau aku sendiri. Kita bertualang, tanpa ku tau bagaimana prosesmu. Lalu aku ingin menepi, berlabuh dan tidak pergi lagi, padamu. Aku membuka kesempatan itu. Lagi, aku melakukan banyak cara untuk mendapatkanmu seutuhnya Cara lama yang tetap tak bekerja dengan baik. Aku ingin mengaku, tentang inginku menepi dan tak berlayar lagi. Lalu aku menanyaimu Dan jawabanmu, kau tidak percaya. Seketika aku menunduk Bergetar karena jawabanmu memaksaku berlayar lagi. Kau bahkan tidak menahanku ketika aku ingin pergi. Ya, aku berlayar lagi. Sekarang aku berada di tengah samudera Kedinginan Inginku berlari secepat mungkin untuk marah padamu, menangis, memaki, lalu memelukmu Kau jahat ! Kini kemana aku hendak berlabuh? Aku kosong Jika aku kembali, adakah kesempatan lagi? Atau... Aku harus sudah melihatmu menyambut orang lain untuk tinggal tidak lagi sekadar singgah?

Pelan-pelan hati menyembuhkan dirinya sendiri

Pelan-pelan hati menyembuhkan dirinya sendiri Tidak lagi merasa perih saat berhenti di satu tempat yang dulu dikunjungi bersama, atau menikmati makanan yang dulu adalah favorit berdua atau merencanakan apa yang sudah sempat dibicarakan bersama Pelan-pelan hati belajar ikhlas Mengenang semuanya menghasilkan sunggingan senyum menandakan "aku sudah baik-baik saja tanpamu" Tidak lagi marah saat ada orang yang membicarakan masa lalu atau menghujat saat orang lain menggunjingkan dia yang pernah ada atau malah marah saat tahu dia punya pendamping baru Pelan-pelan hati mengucapkan terima kasih Karena sudah ditinggalkan di waktu yang tepat Karena sudah memberikan kebebasan yang sebelumnya tertunda Karena sudah mengajarkan kedewasaan untuk terus bertumbuh

Jangan masuk dulu, isinya masih berantakan

Aku tersenyum, hanya menghargai Aku menemani berbincang, hanya untuk mengisi kekosongan Aku menghabiskan senja bersamamu, hanya mereda deru hati menangis Aku tertawa, hanya mengelabui pikiran Aku sedang berada di titik pengkhianatan pada diriku sendiri Ada janji yang diingkari Ada ruang yang disesaki rutukan Ada stimulus positif pikiran yang diberikan dengan dosis tinggi Namun tak lagi bereaksi dengan semestinya Ah, jangan masuk dulu Isinya masih berantakan Biar kubenahi Sebentar lagi Setelah kukosongkan, akan kupasangi banyak ventilasi Agar lebih banyak harapan menguar dan tidak kusimpan didalamnya Aku sudah sampai pada tahap tak percaya Jika kau mau membaginya, maaf aku belum menyediakan wadah untuk menampungnya sekarang Nanti saja, Tidak tau kapan

Empat Pertemuan yang Membuat Aku Mengerti

Dia lembut sekali. Paling tidak dialah yang paling lembut dan manis diantara empat belas orang lainnya. Ternyata yang mengakui hal tersebut bukan hanya aku, tapi juga teman-teman perempuan yang lain. Maka dari itu aku tidak memilihnya menjadi objek surat cintaku yang dibuat dengan paksaan sebagai mahasiswa baru terhadap seniornya. Aku merasa suratku akan menjadi hal paling bodoh diantara tumpukan surat lainnya. Yang setelah enam tahun baru kusadari bahwa semua surat tidak punya arti apa pun bagi mereka. Beberapa kali aku mendengar gosip tentangnya. Tentu saja aku hanya sebagai pendengar karena aku tidak punya informasi apa pun tentang dia. Misalnya tentang dia pacaran dengan seorang wanita pendiam yang cantik sekali setelah beberapa kali dituduh sebagai playboy , tentang jurusan kuliah yang ternyata bukan pilihannya sendiri. Entah berita itu benar atau tidak. Yah,gosip seputar itu, lalu sudah. Lima tahun setelah mengenalnya, tidak lagi di lingkungan yang sama, kami berteman d

Sepertinya Tuhan sudah bosan denganku

Jadi, Tadi malam aku pulang lebih cepat dari kantor karena ada kegiatan GR sebelum konser yang akan kuikuti pada Sabtu minggu ini di gereja. Aku melangkah melewati lorong jalan menuju tempat pemberhentian bus TransJakarta. Aku naik dan berganti bus di salah satu halte besar sebelum melanjutkan perjalanan menuju ke gereja. Di bus kedua, aku menggunakan headset dan membuka Youtube. Aku mengikuti beberapa channel dan salah satu channel baru saja mengunggah sebuah video. Setiap episodenya selalu kuikuti, judulnya "Kenapa Belum Menikah?" episode 9. Di awal cerita aku sudah menebak polemik yang dihadapi si aktor dan aktris. Pada menit kelima akhirnya ia memperjelas tebakanku, dan benar. Langsung saja ku pause dan pikiranku melayang. Aku benci pada momen seperti ini tapi tetap saja aku memaksa diriku untuk menikmatinya. Aku turun di halte yang dekat dengan gereja dan melewati jembatan penyebrangan jalan. Di depan mataku terlihat tugu monas dengan lapisan emas pada bagian atasnya

Setidaknya, aku pernah

Aku pernah ada di satu titik dimana kelenjar air mata menyerah untuk berproduksi. Kemudian cairan dalam tubuhku seakan menguap tak bersisa, membuat tenggorokanku tercekat ketika, lagi, malam membangunkanku untuk mencoba memeluk diri sendiri yang sudah terlalu rapuh untuk dipaksa berharap pada semesta. Aku pernah mengutuk mengapa pagi tidak hadir diawali dengan jam sepuluh pagi dan jam kantor adalah pertanda pergantian hari. Karena semua spasi tanpa pengalihan isu alias pekerjaan kantor, membuat pikiran dan perasaan kembali bertengkar hebat. Dan tentu saja pada saat itu pikiran tidak lagi menang karena rapuhnya perasaan tidak dapat diobati. Ibaratnya jika memaksa perasaan untuk mengangkat ego, ia akan hancur. Aku pernah benci pada hati yang sudah distimulus dengan logika tapi tetap saja tidak membuahkan hasil. Ia bertengger pada perasaan sakit hati penyebab kehancurannya yang aku sendiri tak tau kapan terobati, kapan sembuh dan bagaimana caranya. Jika kau tanya sekarang bagaimana

Begitu Adanya Kini

Sayangnya ada saja kebodohan yang tidak bisa dimaklumi tapi selalu terjadi, berulang, lagi dan lagi Kebodohan yang menerima penolakan dari setiap orang, tapi dilakukan lagi, dengan sadar Sayangnya lagi, ada jiwa wanita yang tetap melekat walau terlihat tegar Meruntuhkan hati untuk mata yang tidak bisa mengeluarkan kepedihannya Berlagak tangguh untuk sebuah kehancuran yang sudah berserakan entah ke sudut mana saja Berjuang setengah mati walau tertatih menuju garis start lagi Trauma? Ah, itu apa? Bukankah mengulang lagi dan lagi artinya adalah mencoba? Ternyata ada irisan di batin yang hampir tak terlihat Namun kemudian menjadi yang terkuat menelan kepercayaan untuk segera ditiadakan Maksud hati ingin berhenti tapi luka ini ingin lagi ditumpahkan cuka Agar lagi merutuki batin sendiri Berjuang lagi untuk memperbaiki Atau sudah hendak menyerah? Tidak Mungkin, belum Baiklah, begitu adanya kini.

Satu itu ...

Kau berpikir apa ketika mengucapkan satu kata itu? Satu kata yang menjadi pegangan terkuatku, yang mampu membuat aku menerima cemoohan orang setiap kali mereka bertanya tentang tanggal spesial. Satu kata yang membuat orang bungkam dengan jawabanku atas pertanyaan mereka. Satu kata yang akhirnya... Membuat aku tak pernah percaya lagi bahwa kata itu memiliki makna Satu kata yang akhirnya... Kau khianati, karena garis yang kita lewati tidak lagi searah, kita sampai pada persimpangan yang membuat kita memilih. Ku pikir kata itu cukup erat menggenggam kita. Namun ia tidak lagi mampu. Terima kasih sudah meninggalkan, karena aku tau rasanya mati setengah jiwa, lumpuh separuh raga. Dan terima kasih sudah melupakan kisah, karena aku tau ada setengah lagi jiwa yang harus kuperjuangkan, ada separuh raga lagi yang harus kuundang untuk tidak memeluk lutut lagi di pergantian malam.

Mari Bersulang

Mari bersulang Untuk sebuah perjalanan yang kita pikir akan kita lalui bersama dan selamanya Tapi tidak Kita bersulang hanya untuk perjalanan bukanbtujuan akhir Karena kini ada seseorang yang merangkulmu dalam diamku Karena kini adda hati lain yang harus kau jaga dan itu bukan aku Karena kini aku harus melanjutkan perjalanan, bukan dengan arah yang kita lewati Tapi untuk menemukan seseorang yang dapat kurangkul Dan lagi, kini itu bukan kau Mari bersulang Untuk tawa yang terlepas saat aku menyebut namaku dan dia melakukan hal sebaliknya tepat didepan wajahmu Aku berjanji Ini sulangan terakhir

Hari Ini Seseorang Menamparku

Gambar
Hari ini seseorang menamparku Dan aku menangis Tepat, sakit sekali Tapi dia tidak benar-benar menamparku, dia mengirimiku ini Mungkin terkesan biasa saja Aku pernah tau kalimat seperti itu sebelumnya Tapi dia mengirimiku itu disaat yang sangat tepat. Dia tidak pernah menggunakan tanda seru (!) untuk menyampaikan sesuatu padaku sebelumnya Dan aku menganggap aku ditampar olehnya Pengertian kata-kata yang disampaikan sebenarnya bukan bermakna denotasi. Jika setelah kau membaca ini kau punya pengertianmu sendiri, tidak apa. Kadang meminta isi kepala bersinergi baik dengan hati adalah hal yang paling sulit dilakukan. Bertengkar dengan diri sendiri adalah hal sia-sia yang masih saja sering dilakukan. Menang jadi abu, kalah jadi arang. Tentang perasaan, dia bilang ada psikologi yang bermain disana. Bagaimana mungkin kali ini perasaan yang berhubungan dengan hati disatukan dengan psikologi yang berhubungan dengan pikiran dalam kepala. Tapi dia benar. Seg

ABSURD !

Pemikiran absurd ditengah situasi absurd : baca novel soal ibu, imajinasinya malah soal mantan jalan di mall, imajinasinya malah gulali pink makan padang, imajinasinya malah punya suami cinta anak Apaan dah? Ketelodoran parah :  feeling bakal ujan, liat payung, ah gausah dibawa, beneran ujan feeling bakalan sakit di negara orang, liat obat, ah gausah dibawa, beneran sakit liat bantal kepala sebelum travelling, ntar aja deh belakangan di masukin, eh ga dibawa masukin jam tangan ke plastik snack supaya gampang pas pemeriksaan di bandara, snacknya abis, plastik dibuang, jam tangan tinggal kenangan mau mangkrong di st*rbu*ks, hari terakhir di negara orang, mau ngabisin sisa duit, eh pas di kasir duitnya malah raib ntah kemana travelling bareng, ngitung pemasukan dan pengeluaran, susah banget balance-nya  Ku harus apa? Ini juga malam absurd kok Lagi nerima kenyataan tentang HAMPIR : maksa mau ketemu temen di hari terakhir kita satu kota, eh akunya ketidura

Bukankah laki-laki terlahir brengsek?

Karena jawabannya adalah tidak semua orang layak mengetahui cerita yang sebenarnya Mendengar sebagian cerita hanya akan memberikan advice yang kadang kala tidak berguna Yang menjadi pengambil keputusan adalah pribadi yang menjalani sendiri Ini tidak mudah Jika kesempatan hanya tinggal satu kali Lantas masih mau disia-siakan? Mengusahakan sesuatu yang akan gagal juga kadang kala memberikan kepuasaan tersendiri Walaupun akan diakhiri dengan "Shit, I know it will not work!" Maka istilah nothing to lose menjadi penyembuh Bukankah laki-laki terlahir brengsek? Bagaimana pun rupa, iman dan perawakan mereka. Mereka dengan mudah memilih kemudian melakukan seleksi atas pilihan itu Dan sebagai wanita Hanya menjadi korban gugur dari seleksi yang ada Kalaupun terpilih ya setelah mengalami kegagalan di seleksi yang lain dulu, bukan? Kadang menggunakan perasaan dalam proses seleksi yang dilakukan para lelaki menjadi sumber luka bagi wanita Dan lelaki dengan logikanya ak

Tiga ratus enam puluh enam hari

Tiga ratus enam puluh enam hari, Untuk pertama kali aku memberi selamat pada diri sendiri atas apa yang sudah terlewati di hari-hari itu Bukan berarti tidak ada nama-nama lain yang terselip di sepanjang hari-hari itu bergulir Hanya saja mereka yang namanya terselip sekadar menumpang untuk singgah lalu harus diusir atau disudahi segera Aku masih belum percaya bagaimana aku bisa melewati ini Ini belum pernah terjadi sebelumnya ! Antara hebat atau pasrah Antara harus merasa wow atau haah Tiga ratus enam puluh enam hari, Paling tidak ada seorang wanita yang menjadi pegangan di jumlah hari yang tidak sedikit ini Yang selalu bersedia diganggu dan dirusuhi hari dan malamnya oleh ingatan, imajinasi, kegilaan pikiran yang belum berujung hingga kini Bahkan beberapa hari sebelum angka satu tahun bergulir, aku akhirnya tiba pada masa depresiku Yang aku yakin cepat atau lambat pasti kurasakan Dan wanita ini tetap ada Tidak mengurangi rasa depresiku memang, tapi membuat aku mengerti

Sore rindu tak bertuan

Sedang benci pada diri sendiri Pernah? Iya, aku sedang mengalaminya Tadinya hanya ingin mengistirahatkan pikiran dari pekerjaan dengan mendengar beberapa lagu Kemudian lagu random terputar Kemudian, aku merasakannya Sesuatu menusuk hatiku Aku pernah merasakannya Sakit sekali ! Apa ini? Seperti rindu tak bertuan Pada siapa, tanyaku tanpa jawaban. Sekian.

Ah, ya, kau kesepian juga bukan?

Pada akhirnya bercerita dengan sesama penikmat sepi nyaman sekali Saling mengerti tanpa memaksa Membuka satu lubang cahaya untuk dinikmati lalu keluar dari sarang gelap Mendengar musik saja untuk disayat lalu cerita menguar tanpa jeda membuka tabir sepi yang disembunyikan dalam sunyi

A sweet escape

Saat kutanya tentang dirimu Kau bilang kau senang sepi Kau menikmati saat-saat sepi dan sendiri Kau tidak menanyaiku, tapi aku mau beritahu Aku suka keramaian Aku suka sendiri dalam keramaian Aku bisa fokus melakukan banyak hal sendiri dalam keramaian Kita sedang memulai sesuatu yang kita tidak tau akan berujung dimana Aku bahkan sebenarnya tidak tau apa yang kita mulai ini Entah ini akan menghasilkan sesuatu atau tidak Tapi, terima kasih Akhirnya aku mengerti aku sedang mengalami ketakutan besar Lebih besar dari yang kubayangkan Aku tidak pernah mau mengatur untuk menghadirkan rasa takut ini Sekarang aku harus belajar bagaimana melawan rasa takut ini Masalahnya adalah aku tak tau apa kau bisa dan mau membantuku atau tidak Dan aku tak tau bagaimana mengungkapkannya padamu Entah kau berpikir terlalu logis Atau aku yang terlalu menggunakan perasaanku Entah aku sudah merasuk di dalam rasamu Ataukah masih seperti yang kita ungkap di awal A sweet escape ! Welcome

Ini Kenangan, Aku Rindu, Salah?

Eh, kita bersahabat, bukan? Menghabiskan masa sekolah dengan jalan kaki bersama setiap pulang sekolah. Aku dan beberapa teman dekat kita, beberapa kali memaksa untuk mampir ke rumahmu, tapi selalu kau larang. Hingga suatu hari kami mengambil satu gerakan nekat. Menaiki bis yang kau tumpangi saat bis itu sudah mulai jalan sehingga kau tak bisa melarang kami untuk ikut. Entah apa alasanmu melarang kami waktu itu. Dan kau tau apa yang kami rasakan saat kami sampai di rumahmu? Kami senang sekali ! Rumahmu tenang, nyaman, damai. Kita masak mie instant bersama waktu itu, aku ingat! Beberapa kali setelahnya kita malah pernah menginap bersama di rumahmu karna kami suka suasananya. Ah, kau ingat juga tidak, kau pernah menunjukkan padaku laki-laki yang menjadi pacarmu, yang tidak satu sekolah dengan kita, yang menunggumu setiap pulang sekolah di terminal bis. Aku masih ingat saat pacarmu duduk di salah satu motor di terminal itu saat menunggumu. Suatu kali kau juga pernah menunjukka

Hasrat Cinta

Aku sedang menikmati cinta tak bertuan Cinta yang tak bertutur namun memaksa Aku terjebak dalam rangkaian kata tolol melahirkan rasa Yang ingin kutepis lalu ku dekap Aku tidak bermimpi, ini nyata Bagian dari hasrat yang berpadu manja dengan harap Entah ini akan bermuara kemana Ungkapan ucap tidak lagi menjadi utama Tidak ada keterangan setelahnya Hanya menikmati dalam berbagi Hanya mendekap lalu terbenam

Pertemuan Terakhir?

Aku benci bandara, sungguh ! Sangat benci tempat bernama "keberangkatan" disana. Disana aku menemukan satu luka yang luar biasa. Yang bahkan sampai detik ini, jika aku mengingatnya, itu seperti menusukku berkali-kali dan berulang-ulang. Aku tak bisa menahan kelenjar air mataku memproduksi air berlebihan, tak bisa ! Aku benci bunyi nada sambung dari telepon genggamku di "keberangkatan" itu. Aku benci menekan tombol hijau dan mulai berbicara. Aku tak mampu menahan suara sesenggukan yang kuhasilkan sendiri. Bahkan semakin cepat ketika suara dari seberang telepon mengatakan, "Coba lihat keatas, udah jangan nangis, kita sama-sama jalan ya, tapi sampe ujung aku ga bisa liat kamu lagi". Aku benci mengatakan berhenti pada airmata ini dan ia menolak, ia terus mengucur tak berujung. Ah, malu sekali waktu itu. Lalu aku naik ke beranda bandara tempat aku melihat sebuah pesawat berwarna putih merah. Pesawat di baris ke tiga waktu itu. Bus mengantar penum

Hai rindu

Hai rindu Apa kabar? Dia dekat sekali, ku kira begitu Ya, raganya masih saja mengganggu dan menghibur Tapi hatinya sedang mengelana untuk disinggahi Tidak lagi menetap padaku Hai rindu Kenapa kau tercipta? Supaya aku merasakan rasa lain di hati, sakitnya didera olehmu Merenungi kisah berakhir derita Hai rindu Cepatlah bersemayam kembali Tak usah muncul merajai hati yang kosong Tidak baik !

hanya saja takdirnya memang begitu

ada beberapa cerita yang tak bisa hilang dari ingatan ada beberapa sorotan mata penuh kebencian yang jika teringat akan membuat diri terguncang ada beberapa baris kalimat yang pernah dikeluarkan mulut yang merasa diri lebih suci menjadi teriakan penuh minta ampun itu sebuah kengerian seperti sebuah cambuk yang mungkin sakitnya tak akan terlupa seumur hidup lalu ada saat dimana diri dihadapkan pada persidangan membuat sebuah pengakuan dan diujung kehancuran lalu ada seorang malaikat tanpa sayap yang dalam hatinya entah mengukir apa namun yang keluar apa kalian berpikir untuk sesuatu yang panjang? masa depan gitu? entah itu keyakinan, entah itu ingin keluar dari persidangan anggukan kepala menjadi sebuah jawaban tidak sungguh, itu tidak benar dan tidak berlangsung lama bukan bukan karena pribadinya hanya saja takdirnya memang begitu bisa berkilah apa lagi jika memang TAKDIR?

Tuhan, bukan untuk diperdebatkan

Hanya saja Tuhan bukan untuk diperdebatkan Ada perasaan diatas rata-rata menyangkut hal dalam Dia Itu juga yang mendasarkan permainan hati akhirnya bisa dimainkan dengan sungguh Bukan perkara menang atau kalah Tapi tentang meletakkan suatu asa yang mungkin tetap saja tak sesuai namun bisa diterima Ah, bagaimana wujud Tuhan? Terlalu besar untuk dikulik dalam cerita ini

Bagaimana jika ternyata semua sudah terlambat?

Gambar
Bagaimana kau bisa menikmati setiap sentuhan yang kuberikan, sedang mulutmu berkata tidak? Bagaimana kau bisa tidak mengerti bahwa kau sedang rindu sedang aku mampu memaknainya? Bagaimana aku dan kau tetap melontar cerita sedang semua tidak lagi sama? Bagaimana kau berkata mari untuk sebuah rencana sedang aku tak mau lagi menyimpan harap? Bagaimana jika ternyata apa yang masih kusimpan sedang kau olah untuk kau sadari Bagaimana jika ternyata semua sudah terlambat?
Gambar
Tahap pendewasaan ini menarik sekali. Di dalam kata menarik ini terselip kata menyebalkan. Hal ini tidak bisa di- general -kan pada setiap individu. Tapi ada beberapa hal yang membuat seseorang berpikir, "apaan sih?" "untuk apa?" "kenapa harus gitu?" dan banyak pertanyaan lain. Ada hal yang sebenarnya menarik untuk dipermainkan tapi di lain sisi hal itu menjadi annoying bagi orang lain Masalahnya simple Hal itu tidak memiliki faedah namun tetap dilakukan Hanya menimbulkan tanya sebagai rasa penasaran dari orang yang berakhir pada kesimpulan "kok kek ga penting yah?" Lalu pertanyaan itu akan bergulir dari satu orang ke orang lain dan ke orang lain lagi yang tidak memiliki sumber untuk mempertanyakan kebenaran dan hanya berakhir pada spekulasi. Spekulasi dari rasa penasaran yang tak berujung. Nah, salah satu akar gosip ya hal-hal kayak gini. Bukan tidak ada pembenaran, namun tidak diusahakan untuk mendapatkan pembenaran. K
Gambar
Tidak ada yang lebih menarik dari pertemuan dua orang yang kesepian Tidak ada yang lebih manis dari perbincangan dua orang yang kesepian Perjalanan yang menawarkan luka untuk ditertawakan Cerita pelarian yang menjadi sebuah jalan keluar Bukan saling mendukung Mungkin saling mengharapkan Lalu pikiran yang menjadi raja mengalahkan ratu yang berpangkat staf Tidak, bukan begitu Dua orang yang kesepian hanya berbagi Lalu mengelana lagi Ah ya, itu lebih menarik mungkin

Cerita di ibukota

Aduh, aku alergi makanan laut. Eh, kalau Dior VS Aigner bagus yang mana ya? Btw, kemarin Gigi Hadid keluarin produk lipstik yang baru loh. Mau coba ga? Kalau aku sih kulitnya sensitif, ga bisa pakai lotion sembarangan. Mau sih, tapi penginapannya mahal gak? Kesana naik apa? Total biaya berapa? Besok kodangan si Ani nih, mau pake baju apa ya? Aduh, kayaknya uda ga ada baju deh. Beli baru aja ah, pasti bisa dipake kondangan berikutnya (dan kalimat ini terus berulang pada kondangan berikutnya) Hunting sneakers yuk, lagi banyak keluar model terbaru tuh. 1.5jutaan aja Beberapa kalimat diatas akhirnya mengisi hari-hariku setelah hidup di ibukota. Sampai masa kuliah berakhir, sedikit sekali jeritan seperti kalimat diatas terdengar di telingaku, maklum kuliahku bukan di kota besar. Setelah sering mendengar kalimat-kalimat seperti itu aku bersyukur terlahir seperti ini. Ga punya alergi makanan. Kayaknya makan apa pun dimana pun oke, syaratnya cuma dua, makanannya bersih (ga

Aku menulis bukan karena...

Aku menulis bukan karena aku ingin membuatmu tersanjung sayang Aku hanya menulis karena pikiranku dipenuhi kata-kata Aku menulis bukan karena aku ingin membuatmu kecewa sayang Tidak apa jika kau berpikir aku masih mengharapkan kisah lama Karena aku tidak bisa menghentikan anggapanmu itu Entah itu benar atau tidak, sudah biar aku saja yang paham Aku menulis karena kata-kata yang kutulis telah menjadi sampah yang harus dibuang lewat tulisan Aku menulis bukan karena aku menyukaimu sayang Cinta bukan tentang bagaimana aku menanggapimu di pesan singkat itu Siapa yang tau hatiku? Aku juga kadang tidak tau hatiku Aku menulis bukan karena aku mengharapkan simpatimu sayang Ini adalah hobiku dan kau tak boleh melarang aku menulis apa pun Aku menulis bukan karena aku sedang ada waktu senggang Tapi karena kadang tiba-tiba saja kata-kata ini lewat dan tidak pergi dari pikiranku Jadi harus kusalurkan agar besoknya pikiranku sudah siap untuk kata-kata lain lagi Sudahlah... Aku

Satu pikiran memuakkan yang harus disalurkan

Ini mungkin gila. Tapi aku tetap ingin menulisnya. Ini terus menari di pikiranku dan aku muak ! Aku pernah mengukir cerita denganmu. Aku tak tau apakah untukmu cerita itu tergolong lama atau tidak. Tapi yang pasti aku sudah pernah berpikir bahwa kau adalah yang terakhir. Aku pernah berangan akan melihatmu setiap pagi saat aku bangun tidur. Aku pernah berangan akan selalu memelukmu saat gundah menyerangku. Kau tak boleh menolak ! Aku pernah berangan memarahimu jika kau sakit dan kemudian memperhatikanmu, walau aku tau kau tak terlalu suka jika diperhatikan berlebihan. Aku berangan ingin menciptakan cerita yang jauh lebih banyak dari yang sudah kita lewati. Namun ternyata akhirnya bukan begitu. Kita hanya insan yang berjalan mengikuti takdir. Dan takdir tidak merestui kita. Setelahnya aku mengalami ketakutan, yang mungkin berlebihan. Aku takut membayangkan siapa yang akan kutemui saat aku bangun pagi. Aku lebih baik memeluk diriku sendiri jika gundahku tak tertahan daripa

Untukmu rindu yang tiada bersahut

Kau pikir menunggu akan selalu setia? Ia berkhianat pada kata menyerah Entah seharusnya berakhir manis atau patah Tapi yang pasti ia tak akan pernah sama Tentang setia, tidak seharusnya ia dialamatkan pada ruang yang jauh dari bertemu Ia hanya ingin satu Kamu Rindu menjadi kata yang membosankan Karena ia menjadi ritme yang diulang tanpa akhir Mungkin akan menguap Bersama kenangan yang seharusnya disusun rapi namun akhirnya dibuang Menyiapkan satu ruang untuk rasa yang lebih pantas Entah kapan Bagaimana jika disudahi? Bertengkar dengan diri sendiri untuk kemudian berdamai Lalu melanjutkan langkah baru Tinggalkan sisa bersama jejak yang tak akan diulang

Akhir Februari

Ternyata tidak ada pizza di 31 Januari yang lalu Ah, bahkan ini sudah penghujung Februari dan aku baru sadar Baru kali ini aku tak mampu menebak Dan tidak tertebak Semua mengalir lebih baik dari yang sempat terbersit di benakku Sayangnya aku benar-benar munafik dan tidak bisa menguranginya Tampang tertawa dengan cerita yang lucu, kadang bijaksana Padahal hati entah berkata apa Sayangnya semua yang timbul di hati tidak bisa dipampangkan lewat wajah, aneh... Sudah malam, terimakasih sudah mengakhiri Februari ini dengan baik Paling tidak aku tetap punya satu poin dibalik seribu poin yang sudah kau kumpul Sampai bertemu, lagi

Satu terima kasih untuk seseorang yang tak kukenal

Sore itu aku masuk ke sebuah gereja, mencari tempat duduk dengan pencahayaan paling rendah. Baru saja aku berlutut dan melihat ke arah altar, air mataku jatuh. Ya, itu adalah saat terendah lain yang sedang kualami. Ntah apa yang kutangisi saat itu, hanya saja rasanya sedih sekali. Sebenarnya aku tau apa yang terjadi, hanya saja aku terlalu naive jika mengungkitnya lagi. Aku benar benar ingin menghentikan air mata itu tapi tak bisa. Ia begitu saja mengalir tanpa jeda, sampai aku sesenggukan. Lalu aku mengucapkan amin dan kembali duduk. Mencoba mengontrol diriku agar tak sesenggukan. Setelah aku berhasil, aku baru menyadari seorang bapak duduk di sampingku. Ia menggunakan kemeja putih dan celana hitam. Ia menyodorkan sebuah lilin putih padaku, aku bingung. Ia bilang, berdoalah kesana, sambil menunjuk patung bunda maria di dekat pintu masuk gereja Aku menoleh ke patung bunda lalu menerima lilin itu. "Boleh tau namamu?" "Gita", kataku "Gita, apa pun

Kita bukankah seharusnya seperti itu?

Kita bukankah seharusnya seperti itu? Menapaki tanah basah dan menepi sebentar karena hujan Menyesap bajigur yang entah kenapa menarik disajikan dalam gelas kayu Memintamu menghabiskan makananku yang seperti biasa tersisa hanya karena aku ingin kurus (dan masih gagal) Kita bukankah seharusnya seperti itu? Menikmati surabi durian yang kutebak lezat sekali Melahapnya dalam diam tanpa sapa dan cerita Ternyata memang lezat, bukan karena rasanya, tapi karena aku bersamamu saat itu Kita bukankah seharusnya seperti itu? Melangkahkan kaki dan berbohong bahwa kita tidak lelah hanya karena list destinasi yang kita rancang belum mendapat centang Dan kau marah ketika hitungan uang yang kupegang tidak tepat Kita bukankah seharusnya seperti itu? Merancang hendak kemana dan mewujud-nyatakannya bersama Bertengkar hanya karena aku tidak setuju dengan keroyalanmu Kau diamkan aku dengan sejuta pikiran yang tak bisa ku mengerti Aku mengalah dan entah kau bagaimana Aku berusaha membe

Satu katamu, aku senang

Hei, Kau pintar sekali Sebegitu terlambatkah mengenal dirimu yang seperti ini? Sepertinya ada racikan tambahan di satu satu kata yang kau kirim Jangan larang jika aku senang ! Tenang, bukan salahmu jika aku ingin lagi Toh, aku tau bagaimana meredam ini Tak akan berkelanjutan, jika memang kau tak ingin Jangan lama-lama hilang

Hai, sore

Hai, sore Lama tak melihatmu Hari ini kau jingga dan ada pelangi di ujung semburatmu penanda malam Aku sedang berdiri bersama orang-orang Mengetik tulisan ini sambil tersenyum, rasanya lama sekali aku tak melihat jinggamu seberani ini Terima kasih, Soremu menenangkan, walaupun jalanan basah, padat dan pengap Aku ingin bercerita, sedikit Mau dengar? Anggap saja menemani kepergianmu dalam peristirahatan hingga esok pagi Aku sudah pintar sekarang Sudah bisa mengontrol ini, hatiku Kau ingat kapan terakhir aku bercerita tentang ini padamu? Sepertinya sudah lebih dari dua tahun lalu Kau tidak suka mendengarnya Karena tidak ada burung-burung putih menyambut ceritaku Iya, dulu aku tidak sekuat sekarang Percayakah kini aku sangat siap? Bahkan siap untuk hal terburuk sekali pun Sepertinya pelajaran yang kudapat sudah cukup Nah, itu saja Dah, sampai bertemu besok

Hal yang paling ingin dilakukan adalah,

Berada di salah satu titik terendah memang membuat semua pikiran bercampur menjadi satu. Seakan hal kecil juga ingin diperhatikan. Saat seperti itu, yang terlintas adalah seseorang yang pernah/akan/diharapkan ada. Dan ya, benar, emosi yang tidak terluap dengan kata, berakhir menjadi air mata . Meraung di dalam kamar mandi adalah pilihan, agar tak didengar oleh orang lain adalah alasannya. Sayangnya ada di tahap kosong manjadi lebih berat dari titik terendah lain yang sudah pernah dirasakan sebelumnya. Karena yang terlintas adalah dia yang dulu pernah ada lalu sekarang menghilang entah kemana. Terbersit memikirkan dia yang mungkin akan ada , tapi harapan masih jauh dari itu. Tidak ada yang menjadi tempat berpulang untuk mencurahkan semuanya. Hal menyakitkan lain adalah, fisik. Pernahkah mencoba meraung dalam diam di kamar mandi membuat semua emosi menyatu di kepala sampai sakit dan berbunyi ngiiingg  ? Begitulah... Kenapa tak berbagi dengan teman?
Hati-hati ! Jangan menyukaiku terlalu cepat Ini akan rumit Aku tidak akan menyukaimu atau aku malah akan menyukaimu lebih besar dari rasamu itu
Bukannya senja selalu indah? Tapi mengapa akhir-akhir ini, aku seperti menatap senja dua puluh empat jam sehari? Mungkin karenamu Jika aku bisa menarik bibirku membentuk senyum setiap kali mengingatmu, apakah itu salah? Ah, ya. Kita belum bertemu Kapan?

Bangga sama diri sendiri? Siapa takut!

Salah satu hal yang membuat kita bahagia adalah bangga dengan diri sendiri. Satu kalimat diatas terlintas setelah pembicaraan dengan beberapa teman kemarin malam. Berada dalam satu lingkungan yang sangat berbeda dari lingkungan sebelumnya memang menjadi hal menarik untuk dijelajah kemudian diceritakan. Contohnya adalah tentang merokok. Lingkungan yang sekarang aku hadapi membuat keyakinan yang selama ini kupegang teguh, runtuh. Aku paling tidak suka dengan orang yang merokok, apa lagi perempuan. Penyebar penyakit! Begitu kataku. Lalu setelah berada dalam lingkungan yang mayoritas adalah perokok, bahkan perempuan juga melakukannya, aku mulai mengkaji ulang keyakinanku. Merokok adalah pilihan setiap orang. Walaupun kita tidak suka, orang lain tetap saja merokok. Jadi, yang bisa dilakukan adalah bukan memaksa orang berhenti merokok, tapi menjaga saja agar tidak selalu bergumul dalam kepulan asap rokok. Lagi-lagi lingkungan memaksaku menerima beberapa hal menyebalkan. Contohnya a

Meng-ambang

Aku tidak tahu sayang seorang lelaki kepada perempuan seperti apa Maksudku, aku sudah membaca banyak novel yang menceritakan beragam kisah cinta yang berakhir dengan luka atau bahagia Aku sudah mendengar kisah cinta sahabat atau temanku perempuan dan laki-laki Namun aku akhirnya menyadari bahwa aku tidak mengerti bagaimana sebenarnya sayang seorang lelaki pada perempuannya Lebih tepatnya aku tidak mengerti bagaimana rasa sayangnya padaku Aku memiliki banyak cerita dengannya, banyak sekali Lebih banyak dari yang orang-orang tahu Tapi saat sebuah keputusan akhirnya mengubah segala sesuatu dan ternyata kisah setelahnya malah lebih menarik Pernyataan di kalimat pertama tadi muncul Aku tidak tahu rencana Tuhan padaku Tapi ini sama sekali membingungkan Menyakitkan tapi tidak apa-apa Sudah merasa bisa menerima tapi kadang hati memberontak Sayang sekali aku pandai berdalih dan berdrama Aku pandai memasang tingkah dan ekspresi seakan aku hebat padahal aku tidak mampu memahami

PENGUNTIT !!

Hai penguntit, Ah, ya, kau pasti membaca ini Aku tidak tau kau siapa, sampai detik ini, walau sudah lebih dari tujuh tahun aku tau namamu Eh, entahlah, aku baru menyadari bahwa mungkin sebenarnya tidak pernah ada nama itu di dunia ini Bukannya aku mau mengingkari rasa atau kisah yang sudah pernah ada Tapi kok aku malah menganggap semua itu seperti di mimpi? Itu semua tidak pernah nyata Aku tidak pernah mengenalmu Ya, aku benar-benar menutup akses, bukan karena apa-apa Tapi kau benar-benar mengganggu Kau tidak berhak atas apa pun yang ada di hidupku Karena kau pendusta paling unik Dan ke-semu-an mu ini tidak memiliki ruang lagi Aku tidak peduli lagi dengan perasaanmu, maaf... Karena aku juga menganggap perasaanmu itu tidak nyata Dan semua yang sudah kuusahakan sebenarnya sudah terbaca dari dulu SIA-SIA Untuk apa pun yang ku posting atau kubagikan di media sosial Rasanya sudahlah Berhentilah menguntitku Tidak perlu mencoba beribu cara lagi untuk menghubungiku K

Satu permintaan, lagi

Detik ini kami berada pada ruang yang sama, yang berjarak tak lebih dari lima meter. Semua janji yang sudah kami buat saat pembelian tiket pesawat ini sudah lebur bersama udara dan keputusan yang berputar di tahun lalu. Aku melihatnya, entahlah dia. Rasanya sudah tidak penting lagi, ya seharusnya seperti itu. Tapi sepertinya aku butuh waktu yang lebih banyak lagi untuk mengurai semuanya menjadi uap yang tak kelihatan. Apalagi setelah kejadian tadi malam. Emosi pertama di tahun yang baru. Aku pernah merasakan ini saat aku memergokinya saling bertukar kabar dengan seorang perempuan lain dengan lebih mesra. Tubuhku bergetar hebat, entah karena apa, tidak bisa kukontrol. Aku benci ! Harusnya rasa seperti ini sudah tidak wajar lagi, bukan? Aku benar-benar ingin lepas Tapi seperti biasa, saat-saat seperti ini, otak dan hatiku tak mampu bersinkron dengan baik. Dan menerima adalah hal paling menyebalkan Karena aku sudah berusaha tapi masih gagal juga. Jika permintaanku untuk tidak

Pergilah !

Untuk pertama sekali aku tak mampu merangkai ribuan kata yang menari di otakku Mereka seperti sulaman benang kusut ditengah celana sobek Apa mauku? Baiklah... mauku hina sekali Bisakah kau hilang dari dunia ini? Atau paling tidak dari duniaku Tidak sedikit pun aku mengingimu kembali, bahkan sekadar menyapa lewat tatap tanpa sapa Sudahlah... Aku sudah mengikhlaskanmu pergi, jauh sebelum mulut orang-orang berbau busuk itu menyebar entah lewat mana Tak ada cerita yang harus dikenang atau disesali Toh, tawarnya hati lewat satu kalimatmu masih tetap menyergap dalam rasa tak bernama Cukup bagi kita saling menghilang Dan kita maui itu Hanya saja terlalu banyak mulut orang yang menarikan kata-kata tak berpaut menyerang aku tanpa ampun Entah padamu Bahkan kedua tanganku tak mampu lagi menutup telinga karena teriakan mereka tak butuh pengeras suara untuk membahana Seharusnya ini mudah Jika memang hanya kita berdua yang hidup di dunia ini Kenyataannya? Terlalu banyak waktu y