Postingan

Menampilkan postingan dari Oktober, 2015

Kerinduan di Akhir Senja [2]

Kami biasa bertemu setiap pagi di depan rumah sakit itu. Biasanya kalau dia yang sampai duluan, dia pasti akan mengabariku. Dan kalau aku sampai duluan, aku akan marah-marah menyuruhnya agar cepat sampai. Yang lebih menarik lagi jika kami secara kebetulan bisa sama-sama, saling melihat tapi dari angkot yang berbeda. Kami akan merasa saling terpacu siapa yang pertama kali akan sampai. Padahal kan itu semua tergantung supir angkot yang kami naiki. Dan aku lebih bahagia jika angkotku bisa membuat aku sampai terlebih dahulu. Kami akan jalan kaki bersama dari dalam rumah sakit menuju sekolah, intinya mencari jalan paling singkat agar bisa sampai lebih cepat. Selama perjalanan kadang kami hanya diam. Kadang dia tiba-tiba meninjuku atau menendangku sebagai tanda sayang. Agak aneh memang. Aku akan mempercepat langkahku jika gerbang sekolah mulai ditutup. Dan dia... seperti biasa. Dia tetap jalan santai. Kadang jika aku merasa kesal, aku akan berlari meninggalkannya tak peduli. Jika akhirnya t

Kerinduan di Akhir Senja [1]

Intan mencoba menutup mata dan berharap bisa terlelap. Tapi untuk kesekian kali dia menggerak-gerakkan badannya tanda tak nyaman. Akhirnya ia memutuskan untuk bangun, duduk ditempat tidurnya dan merutuki dirinya sendiri. Dia mulai menarik-narik rambutnya sendiri kemudian memukul-mukul kepalanya dan perlahan isak tangis terdengar. Dia menangis, lagi. Entah berapa lama dia menangis, akhirnya lelah menghampirinya dan dia terlelap. Jam sudah menunjukkan pukul 06.30 WIB saat sebuah suara terdengar sangat mengganggu, "Intan bangun. Kamu gak sekolah? Ini sudah setengah 7. Cepat. Mama juga harus cepat berangkat ni. Kamu naik angkot aja ya ke sekolahnya." Intan mencoba mengumpulkan nyawanya dan menjawab, "Iya ma, ini uda bangun kok." "Jangan tidur lagi, awas kalo kamu sampai tidak sekolah. Mama berangkat ya sayang. Bye ...", suara mamanya terdengar menjauh bersama motor yang dinaiki mamanya. Intan menghidupkan radio tua kesayangannya. Siaran radio pagi ini bia

Cerita

Hari ini tidak terlalu panas. Jadi hati ini lebih enteng menjalani hari. Aku teringat pada cerita seorang gadis padaku. Sebut saja Tania. "Bukan kami yang mau dipisahkan oleh jarak, kak", lanjut Tania yang sedari tadi hanya ingin didengarkan. "Kami terpaksa, menjalani aliran ritme hidup yang seperti ini. Kalau bisa, aku malah ingin 1 kampus saja dengannya. Aku rela kok beda jurusan asal aku bisa melihatnya dan bersamanya setiap hari. Kau bisa bayangkan kak? Aku yang setiap hari selalu bersama dengannya, berangkat sekolah, saat jam istirahat, pulang sekolah, les sore bareng, bimbel bareng, tiba-tiba... harus pisah, jauh. Kadang hati itu rasanya remuk rapuh gitu kak. Waktu tarik nafas, nyesek banget. Kayak ga sanggup nafas kalo ga ngeluarin bulir air mata. Kadang waktu lagi serius-seriusnya belajar, hati bisa aja ga tau diri mikir ke dia dan hatinya sakit lagi. Bukan apa-apa kak kalau dia rajin memberi kabar. Ya, kakak tau lah bagaimana dia. Sebenarnya waktu 4 tahun ak

Rokok, perempuan

Sedang stuck pada deretan coding -an. Ya sudah, aku berpaling... Aku berasal dari sebuah kampung di utara pulau Sumatera. Sedang memulai karya di ibukota negaraku. Bagaimana rasanya ? Seru ! Jarang sekali aku bisa langsung merasa nyaman pada sebuah tempat dan pada sekelompok orang. Dan aku mendapatkannya di tempat aku memulai karyaku ini. Namun, ada sedikit keanehan menurutku, sebagai anak kampung pastinya. Oya, sebelum itu, aku tidak suka melihat orang yang merokok. Alasan ? Halohalohalo ... rasanya tidak ada seorang pun yang suka pada asap rokok ! Absolutely ! Batangan penuh racun yang mematikan secara perlahan. Pemandangan ini biasanya kutemukan diantara bapak-bapak. Tapi di jaman sekarang, pemandangan aneh yang menjadi dianggap biasa terjadi juga di kalangan mahasiswa, anak SMA bahkan anak SMP juga. How poor they are ! Tapi jika dilarang, ah... sudahlah... sedikit yang akan berhasil pada larangan kita itu Siapa yang sengsara? Ya mereka, dan juga KITA, sebagai pe

Cerita Kecil dari Balik Senja Kemarin

Siang ini terik. Cukup membakar kulit putihmu menjadi merah kecoklatan yang akan berakhir hitam. Untung saja, tempat ini masih menggunakan pendingin ruangan. How lucky I am . Ntah kenapa, batin kecil yang suka tergelitik ini menyuruh jariku untuk menari diatas keyboard laptop ini, lagi, setelah sekian lama. Sebenarnya aku tau alasannya. Karena ada hal yang yang mengusik dan ingin membantu namun tak tahu harus lewat apa. Jadi, aku mau berbagi pengalaman. Pengalaman yang adalah masa lalu yang ku syukuri ada yang memberikan sedikit banyak arti dalam kehidupan di masa remaja menjelang masa dewasaku. Aku pernah terjatuh. Dalam? Ya, menurut versiku. Jadi aku memberinya tempat spesial. Hanya saja berakhir seperti kapal Titanic, karam, dan mungkin aku bisa dikatakan sebagai Millvina Dean karena menjadi saksi hidup akan ke-karam-an tempat spesial yang kusediakan sendiri. Setelah itu? Bagaimana ya? Hahaha... sejujurnya aku tidak ingin mengingat kembali masa itu. Hanya saja sepertin