Postingan

Menampilkan postingan dari November, 2016

Si Penguasa Jalanan Jakarta [1]

Asap kendaraan bukan lagi menjadi hal yang mengusikmu, tapi menjadi candu. Ditemani terik matahari yang kadang tiba-tiba saja menjadi awan hitam, hujan deras dan halilintar. Lagi, tidak apa. Mereka sudah menjadi candu. Dengan sepeda onthel tua, sudah berkarat, tapi masih kuat, kau kayuh saja, menelusuri jalan raya ditemani mobil mewah dari si orang kaya. Rantai yang berulang kali kau lapisi oli hitam berhasil membantumu mengalahkan jalanan yang sebenarnya tidak menerima pijakanmu lagi. Dua kantung kain besar di sebelah kanan dan kiri bagian belakang onthelmu juga sudah lusuh, coklat karena debu. Ada penutup kantung berwarna senada yang awalnya memiliki kancing tapi kini hanya teronggok lemah menutup barang di dalam kantung itu. Kau? Mulai tua dan keriput, tidak ada lagi otot yang dahulu membuatmu gagah. Warna kulitmu yang coklat kini menjadi hitam legam. Dengan topi bundar dan kemeja batik kebanggaanmu, kau masih menantang Jakarta. Seperti hari-hari sebelumnya ... Sudah jam 4 pa

Penantian-kah? Kesetiaan-kah?

Tidak akan ada penantian yang bisa dijanjikan Hanya saja jika jalannya memang begitu Akan ada aliran yang membawanya pada muara Dan jika jalannya berbeda Mungkin akan ada pintu lain yang lebih lebar terbuka yang bisa dimasuki untuk sekadar singgah atau untuk tinggal Bukan tentang kesetiaan yang sedang diuji Hanya saja ketidak-pastian menumbuhkan ruang ragu tanpa arah Jangan salahkan jika ternyata pintu yang ditunggu sudah ditutup Dan jangan ragu masuk jika pintu yang ditunggu masih terbuka

Cinta akan membawamu pulang

Bagian paling indah dari dirimu adalah ketika melihat kau terlelap Aku tau beban di bahumu belum selesai, masih berat Tapi saat kau telelap, aku bisa melihat keutuhan dirimu Tenang sekali, nyaman sekali Aku tidak pernah melihat kau yang setulus itu Ingatlah, bahwa cinta akan membawamu pulang Jika saat ini kau berkelana dan kau temukan dirimu tersesat, tidak apa Kau masih boleh memuaskan semuanya Mencari jalan lain, melepaskan dirimu sendiri dari kesesatan itu Menemukan kebahagiaan lain Sampai disuatu akhir, kau tau, bahwa pintuku tidak akan tertutup untukmu Dan kuharap kau temukan, pintuku Akan kutunggu kau disini, tenang saja Cinta akan membawamu pulang Cintamu, cintaku, disini, dihati kita

Seharusnya Ananda Mengerti, tapi TIDAK

Mungkin namanya rindu Tapi tahu apa ananda tentang rindu? Jalanan setapak mendaki bukit lalu turun Bertemu muara lalu ke danau Tapi tiba-tiba hutan ananda bakar, hangus, lenyap Lalu ananda bilang rindu? Rindu pada hijau Ananda jahat Adinda yang menjadi korban tidak bisa membalas api dengan api Ananda masih bertanya bagaiman nasib adinda? Padahal ananda lihat sendiri api, panas dan hitam menjadi bagian adinda sekarang Lalu ananda pergi Mendaki gunung lain dan menuruninya Seolah diri ananda melepas dan berkata "Baik-baiklah tanpa aku"

Dear you, friend

Dear you, friend Thank for who you are That I can't believe you at all But you prove that you always be there Thank for who you are That keep me when I'm weak That make me believe in myself Thank you for trusting me as a friend when you want to share your secret Thank you for teaching me something new with your problem I'll be here, waiting for your promise Pray for your future Let's be a good friend, forever

Kau, punya bagianmu, suatu saat nanti

Jatuh cinta memang seperti itu Ini sudah kesekian kali, aku mulai terbiasa Tak perlu kau menilai dan mengerti Tak perlu kau kasihani dan maknai Jika sudah saatnya nanti, kau pasti punya bagian sepertiku Jika sekarang kau melihat dan mendengar, seakan tahu Kau salah ! Kau harus mencoba belajar bagaimana hati menata kata Bagaimana mata menata ucap Bagaimana sayup suara menata laku Baru kau punya bagianmu, suatu saat nanti

Mungkin namanya cinta

Mungkin namanya cinta Saat dimana aku bisa melihatmu tertawa walau bukan untukku Saat dimana aku bisa melihatmu melakukan hal yang kau senangi Saat dimana aku bisa melihatmu tulus pada sesuatu Saat dimana akhirnya aku tahu bahwa sumber bahagiamu, bukan aku Mungkin namanya cinta Saat dimana aku perlahan bisa mengikhlaskanmu Saat dimana aku benar-benar bahagia melihatmu bahagia Saat dimana aku tau dengan tidak mengusikmu, kau akan tenang Mungkin namanya cinta, Saat dimana aku berusaha tidak menginginimu walau ada rasa sakit yang luar biasa Saat dimana aku pasrah dan menutup hati dulu, sesaat Tapi, ya entah sampai kapan Mungkin namanya cinta, Saat akhirnya kita bertemu tanpa berjanji Dan aku berusaha tidak melihatmu tapi akhirnya mataku kalah dengan perintah hatiku dan kau, juga melihatku, sekilas Tidak apa Aku baik-baik saja. Kau juga Kita benar-benar baik-baik saja Semoga dan, selalu

Jakarta dan Orang-orang Bermasker

Gambar
Ada satu hal yang terlihat sangat berbeda dan mencolok ketika pertama kali aku tiba di Jakarta. Banyak sekali orang yang menggunakan masker, baik di transportasi umum maupun di jalanan. "Mengapa mereka menggunakan masker?", tanyaku pada seorang teman. "Udara disini kotor", jawabnya singkat. "Ooouuu ...", aku menggumam. Pikiranku tidak sampai pada udara kotor dikota ini. Karena sebelumnya aku selalu hidup ditempat yang benar-benar bersih dan segar, minim polusi. Seiring berjalannya waktu aku mulai terbiasa melihat hal itu. Tapi tidak terbiasa menggunakan masker. Sesak rasanya. Sesekali memang kupakai, misalnya saat aku menggunakan jasa ojek online yang memberikan aku masker gratis. Kemudian, ada hal yang mengganjal pikiranku. Masker ini, mengelabui semua orang, menutupi diri semua orang. Hal ini kusadari karena suatu kali, saat aku tiba di tujuan dengan menggunakan ojek online , aku memberikan uang dan mengucapkan terima kasih sambil "t

Aku ingin kamu, hanya kamu, titik

Aku egois, maaf Aku ingin kamu, hanya kamu, titik Aku tidak meminta semesta menitipkan rasa ini padaku, juga padamu Tapi bukan berarti aku juga akhirnya menyerah pada semesta, yang akhirnya menarikmu kembali dan melemparkanmu ke radar yang lain Tidakkah kau juga harusnya berlaku sama? Kamu ingin aku, hanya aku itu saja Bukankah seharusnya begitu? Tapi ...

Hai, bulan malam ini tidak berubah, kan?

Hai, Bulan malam ini tidak berbeda dengan bulan beberapa waktu lalu, kan? Tidak berbeda juga dengan bulan ditahun 2009, kan? Hihihi... Iya, mungkin detik yang berdetak tidak butuh berputar 360 derajat saat kau melihat baju dan sepatuku yang kebesaran. Tapi kemudian ya sudah. Bulan malam ini juga tidak berbeda dengan bulan 4 tahun lalu, kan? Saat pertama kali aku menggenggam tanganmu disebuah ruangan gelap bersama ratusan pasang tangan yang lain. Hanya saja cerita dibeberapa tahun lalu terus berkembang dan ... Berubah. Bukan ! Bukan aku, kau, orang lain atau keadaan yang salah. Ini hanya tentang suratan takdir. Ternyata di sebuah waktu yang akhirnya tiba, ada cerita berbeda dari harapan yang sempat di pupuk. Apalah daya seorang manusia yang bahkan tidak lebih hebat dari keegoisannya sendiri. Itu aku. Aku yang kumaksud. Akhirnya kebahagiaan itu datang. Untuk kita, dengan jalan masing-masing.

Entahlah~

Hari ini ada berita gembira ! Akan ada sesuatu yang dalam waktu dekat akan diterima oleh ku dan beberapa teman lain. Tapi baru saja aku hendak tersenyum karena sesuatu itu akhirnya menjadi nyata, tiba-tiba saja perutku bergejolak, rasanya seperti diremas-remas kuat-kuat. Perasaan ini hanya akan terjadi jika sesuatu yang kutakutkan terjadi. Ternyata kemampuan hati, perasaan, lebih cepat bereaksi ke perutku dari pada ke otak. Setelah seper-sekian detik perutku merasakan, barulah otakku mengerti. Ya, aku tidak sabar menemukan satu tempat yang akan berisi tentang aku yang bahkan di dunia kenyataan sekarang tidak ada aku lagi. Ah, aku benar-benar tidak bisa mengungkapkannya secara gamblang di tulisan ini. Mungkin itu akan menjadi hal manis sekaligus memilukan bagiku. Walau sekarang aku harus mengakui bahwa aku sudah mulai terbiasa memaksa diriku untuk berkata tidak. Tapi ya mau bagaimana? Aku juga akan melihat ada orang lain yang memasukkannya menjadi list orang terpenting yang lalu-