Postingan

Menampilkan postingan dari Oktober, 2019

pagi ini

Pagi ini menjadi pagi yang sangat menyebalkan. Aku mengingat hal menyebalkan yang dilakukan adikku tadi malam sebelum tidur. Kebiasaanku, kalau kekesalanku tidak kulampiaskan dengan marah, aku akan menangis. Tapi akhir-akhir ini aku belajar untuk memendam, berharap luruh bersama malam. Tapi ternyata tidak. Pagi ini, aku sampai berujar dalam hatiku, "anggap aja adikmu tidak ada, dari pada kau harus marah". Dan kulakukan. Oh, pacarku kena imbasnya. Rasanya aku cuek sekali tadi malam. Dan pagi ini aku tidak mengiriminya pesan apa pun. Kondisi hatiku masih tidak baik. Aku hampir terlambat untuk bertemu seseorang. Saat terburu-buru sifat teledorku meningkat seratus kali lipat. Waktu merapikan rambut, antingku jatuh, entah kemana, aku kesal pada diriku sendiri. Lalu kucoba cara jitu untuk menenangkanku, berbicara pada diri sendiri, "tenang, pelan-pelan carinya, ada kok, coba lihat lagi pelan-pelan". Ya aku bergumam sendiri, ketemu. Sebelum meninggalkan ru

Pamungkas - Monolog

Alasan masih bersama Bukan karena terlanjur lama Tapi rasanya yang masih sama Seperti sejak pertama jumpa ... Aku mendengar lagu ini kembali ketika seorang teman membagikan lagu ini di media sosialnya. Kemudian secara acak, aku mengingat cerita seorang teman beberapa waktu lalu. Dia sedang mendekati seorang gadis. Gadis itu tidak menolak untuk didekati. Penilaianku begitu.  Tapi aku tau tipe temanku ini. Bukan lelaki yang memborbardir perempuan dengan perhatian dan menunjukkan bahwa ia mencoba mengejar perempuan itu. Lalu kutanya, "sejauh ini uda gimana?" Setelah menjelaskan sedikit yang membuat aku mengambil kesimpulan bahwa perempuan itu tidak menolak didekati, dia berkata, "terakhir aku suka pacarku sebelumnya, dia selalu ada dipikiranku. Tapi ini ga" Cerita lain lagi, seorang perempuan menjalin sebuah hubungan dengan lelaki. Hampir empat tahun. Lalu berpisah. Kutanya kenapa begitu  kekeuh  mempertahankan? Dia bilang, "Kau tau bagaimana rasanya se

Perasa

Melatih diri untuk menjadi perasa, kembali, ternyata adalah sesuatu yang sulit Aku kemudian merasa menyesal kenapa dulu sekuat itu berusaha menjadi tidak perasa Mengandalkan logika lebih banyak ketimbang perasaan Sekarang terasa jahat Tidak memperhatikan perasaan orang lain bahkan perasaan diri sendiri Membiarkan orang merasakan senang atau sedih kemudian diri sendiri tidak bergeming karena tidak merasakan apa pun Lalu ada yang mencoba menilik rasa dalam hati Sepertinya beliau berusaha Dan aku membalas rasa, kucoba dan sulit Sekarang aku ingin menjadi perasa, kembali, supaya aku tau banyak hal manis yang diucapkan dan dilakukan memang berdasarkan hati dan memang hendak menyentuh hati Mengurangi kadar logika supaya perasaan punya andil lebih besar Mungkin berbuah baik

Kemarin, Hari Ini dan Selamanya

Aku meninggalkan negara ini. Bermodalkan paspor dan keinginan memulai semuanya dari awal. Aku membiarkan ragaku dibawa kapal terombang-ambing di lautan lepas. Entah sudah berapa lama. Kemudian aku tau bahwa aku melewati Terusan Suez, berbelok sampai ke Benua Eropa. Orang-orang disini tidak seramah yang dipikirkan. Aku harus punya sesuatu yang membuatku bisa bertahan. Mengerjakan semua jenis pekerjaan demi bisa menyewa flat kecil berisi kasur lipat tidak empuk tempat meletakkan lelah melewati hari. Toh, aku bisa bertahan. Lima tahun pertama aku mendengar kau menikah. Aku patah untuk yang kesekian kalinya. Aku tersenyum bahagia sebenarnya. Kemudian aku melewati beberapa minggu merutuki tuhan yang menuliskan takdir yang salah dalam hidupku. Sekarang apa lagi yang membuatku bertahan jika satu-satunya pertahananku sudah menyerahkan hatinya terpenjara oleh orang yang tidak pernah kutau sama sekali? Sepuluh tahun, orang tuaku menyusulku kesini. Tidak kubiarkan mereka tinggal di flat tua

sampah pikiran tanpa judul

Rindu Kenapa kini terdengar angkuh? Enggan untuk dimadu dengan temu Sudah lama Bertukar rasa membalur sukma Tidak berbalas dan tidak mengharap Juga tidak apa Bagaimana mendengar oleh si tuli? Bagaimana berucap oleh si gagap? Bagaimana mencinta oleh hati yang sudah pasrah? Menetap aku menunggu jawab Olehnya yang entah akan datang atau menunda Gamang seperti melayang Tarik saja takkan melawan Disini Kau tau aku menetap untuk ditatap Kemudian rebah menaruh kepala Mari membiarkan raga beristirahat Di dimensi yang berbeda kita bisa mendekap Lalu kemudian menyungging senyum tanpa berucap Ceritaku sudah indah, denganmu Kau, tak usah berkata apa-apa Sudah kudekap kau tidak kulepas