Postingan

Menampilkan postingan dari 2015

Kerinduan di Akhir Senja [5]

Aku memutuskannya. Setelah 11 bulan kami bersama. Banyak canda tawa kesedihan dan tangisan yang sudah kami lewati bersama. Banyak kisah yang mungkin tidak akan kulupakan dan kini hanya jadi kenangan. Salah satu yang paling berkesan adalah, saat dia, tepat jam 6 pagi sudah berdiri di depan gerbang rumah sambil membawa nasi goreng hasil masakannya sendiri. Aku sangat terkejut dan tak mau mama melihatnya. Aku langsung menyuruhnya pergi ke persimpangan rumah setelah menemuinya dan menerima nasi goreng itu. Aku berjanji akan menemuinya di persimpangan rumah secepatnya dan pergi ke sekolah bersama. Nasi gorengnya, enak. Kebiasaan lain yang kami lakukan adalah selalu bercerita menghabiskan malam hingga waktunya tidur, ya kami selalu teleponan tepat jam 9 malam hingga waktunya tidur. Namun aku memutuskannya. Aku memutuskannya karena setelah beberapa bulan, mulai ada rasa tidak nyaman dalam hatiku padanya. Dia mulai "overprotective" padaku. Bayangkan saja, kemana pun aku pergi, bersa

Just be a rockstar 'till the end, mom :D

Gambar
Jarak ini menyadarkanku tentang kehilangan. Kehilangan omelannya setiap pagi, kehilangan wangi dan rasa masakannya setiap hari, kehilangan uang jajan sekian ribu yang selalu diberikannya, kehilangan kata-kata "makan dimana kita?" setiap aku atau adik meraih suatu kesuksesan, dan kehilangan-kehilangan lainnya. Semakin kesini, rasanya diri sendiri sudah bisa mengatur semuanya sendiri. Warna sprei yang akan digunakan, susunan baju di lemari, rak sepatu yang harus diletakkan dimana, akan makan apa untuk pagi, siang dan malam. Tapi, ternyata dibalik kemandirian yang sudah tertanam, ada satu sosok yang menjadi pemeran utama. IBU Ibuku bukan tipe orang yang romantis. Bukan tipe ibu yang mau mencium atau memeluk anaknya ketika sudah lama tidak bertemu, bukan tipe ibu yang suka memanjakan anaknya dengan makanan atau barang mewah. Mungkin akan terasa asing jika aku mengatakan "I love you, mom". Ya, rasanya ibuku tidak benar-benar butuh kata-kata itu. Aku tau, saat aku m

Masa Penantian. Apa yang sudah kau persiapkan?

Hai, Desember ... Kita bertemu lagi, sudah lama yaa ... terakhir berpapasan denganmu, 12 bulan lalu Pagi ini aku teringat khotbah dari pendeta saat ibadah advent pertama, kemarin... Seperti biasa, inti dari khotbah itu pasti tentang bagaimana menyikapi penantian akan kedatangan Tuhan. Setelah membaca firman Tuhan dan membuka khotbahnya, aku merasa semakin tertarik ketika beliau bercerita bagaimana banyak orang menyiapkan natal dengan mewah; berlomba untuk membuat pohon natal termegah, menghiasi setiap toko dengan lampu kelap-kelip dan nuansa merah, munculnya penjual pernak-pernik natal di sepanjang pasar, toko dan mall. Di rumah-rumah sendiri, keluarga mulai sibuk membongkar kardus yang berisi pernak-pernik natal yang selama 11 bulan bertengger manis didalam gudang. Mulai merangkai daun-daun plastik hijau menjadikannya pohon natal dengan sentuhan miniatur lonceng, sepatu santa, bola warna-wani yang akan digantung dipohon natal, dan itu akan menjadi sempurna ketika lampu warna-wa

Aku rindu hujan

Aku rindu hujan. Hujan diantara rumput hijau dan danau biru. Aku rindu pelangi sehabis hujan. Yang mengembalikan burung-burung putih untuk mengelilingi semak setinggi aku. Yang membawa pulang burung-burung putih untuk menutup hari di sarang. Yang membuatku tersenyum karena khayalan pada pangeran danauku sedang menari lincah. Aku rindu hujan. Yang sekarang menyadarkan aku bahwa ia sangat indah. Yang ternyata benar-benar menggoyahkan perasaan untuk berkecamuk akan kerinduan pada seseorang yang beratus bahkan beribu mil jauhnya dari aku. Aku rindu hujan. Yang kadang menyatukan kami dalam diam. Yang sebenarnya membuat rasa manja terpupuk dan berkembang tanpa bisa dihentikan. Hujan... Yang kadang membuat sayap burung putih basah namun tak menggigil. Yang kadang membuat hati termenung dan menciptakan sebentuk senyum.

Kerinduan di Akhir Senja [4]

"Dia hubungi Intan lagi kak. Kakak kan tau gimana kerasnya Intan mau melupakan rasa bersalah Intan. Intan ga mau liat dia nangis kayak kemaren lagi" "Tapi sekarang malah kamu yang nangis", kata Arif menimpali. Intan sudah mulai mau bercerita setelah ia terlihat tenang. "Ya biarin aja. Aku jahat tau kak. Aku ga pernah liat cowok nangis demi ceweknya. Dia lakuin itu supaya ga pisah sama Intan. Dia tulus. Intan aja yang bego. Kayak mudah aja melepas dan mengubur semua ketulusan hati dia." "Mulai deh dramanya", Arif melengos. Jika ia membiarkan Intan meneruskan ceritanya, pasti satu malam itu Intan akan mengulang semua kenangan-nya bersama pria yang membuatnya menangis itu. "Yauda gini aja. Yuk ikut aku", Arif menarik tangan Intan ke kamarnya, "Foto ini, simpan ditempat yang ga bakal kamu liat lagi, atau kalau perlu, buang", Arif mengambil foto Intan dan pria-nya itu yang masi bertengger manis di meja belajar Intan. "Gima

Pergilah, Ma..

Kecelakaan itu membuat dia yang sangat kusayangi, koma, tidak sadar, Mama. Aku tidak tau seperti apa yang dirasakan mama saat itu. Ia duduk dikursi paling ujung angkutan umum itu dan kereta api itu secara cepat melaju dan menabrak angkutan umum yang dinaiki mama, tepat menghantam bagian belakang angkutan umum itu. Aku? Shock, takut, sedih, kecewa, semua bercampur menjadi satu. Aku tidak bisa secepat kilat terbang menyebrangi pulau Jawa untuk sampai diujung pulau Sumatra sana. Bidadari kecil dan pangeran kecilku hanya bisa menangis disebrang telepon sana. Aku tidak bisa menahan semuanya, aku tidak bisa menangis. Aku tidak mungkin semakin menghancurkan harapan bidadari dan pangeran kecilku, adik-adikku, dengan tangisanku juga. Keluargaku yang lain menjadi perpanjangan tanganku untuk merawat mama dan menenangkan adik-adikku. Aku hanya bisa mengandalkan doaku. Berhari-hari keadaan mama naik turun. Kadang sudah mulai normal dan kadang down kembali. Mama belum sadar. Tidak lagi dapat

08November2015

Papaku katolik. Mamaku protestan. Dan pernikahan menyatukan mereka dalam katolik. Oppungku bahkan sangat bangga pada mama-ku karena ia bisa mencintai katolik dan mewujud-nyatakannya dengan melakukan pelayanan di gereja katolik. Aku sulung dari 3 bersaudara. Kami lahir dalam keluarga katolik. Keluargaku bukan pendoa yang sangat patuh, kuakui. Namun sejak kecil orangtuaku mendidik kami dengan sungguh dalam kekatolikan. Aku dan adikku misalnya, selalu punya rasa bangga tersendiri saat bisa menjadi putra-putri altar, pemazmur atau lektor. Nah, diusiaku yang sudah memasuki angka 20-an ini, perlahan namun pasti aku semakin mencintai ke-katolik-an ku. Semalam, 08 November 2015, aku mengikuti ibadah di gereja Katolik St.Yohanes Penginjil Paroki Blok B, Jakarta Selatan. Hari ini para uskup seindonesia berkumpul dan melakukan jamuan misa di gereja itu. Aku datang terlambat, hanya karena kendaraan umum dari kosanku ke gereja lama datang. Saat aku datang, sudah bacaan pertama. Akhirnya a

Kerinduan di Akhir Senja [3]

"Apa sih yang ada di pikiran Intan? Mau nangis-nangis terus? Mau sampai kapan sih?", Arif berkata sendiri didalam kamarnya. Tok..tok..tok.. "Kak, kakak ngomong sama siapa sih? Makan yuuk..", suara Bimo, adik Arif terdengar dari balik pintu. "Lagi ngomong sendiri, latihan akting, siapa tau bisa jadi artis", kata Arif ketika membuka pintu dan pergi meninggalkan Bimo. Bimo hanya mengerinyit tak mengerti. "Ma, abis makan aku ke tempat Intan ya", kata Arif disela-sela makan malam. "Ikut ikut", kata Bimo menanggapi. "Enggak !", Arif melotot yang dibalas Bimo dengan leletan lidah. "Mau ngapain?", Papanya malah menjawab. "Pacaran", ujar Bimo kesal. Arif melotot lagi ke arahnya, "Pengen cerita-cerita aja, Pa. Uda lama gak  quality time sama anak itu." Papanya mengangguk, mamanya juga menyatakan setuju. Keluarga Arif dan keluarga Intan memang sudah lama bertetangga. Mereka memang sudah berteman da

Kerinduan di Akhir Senja [2]

Kami biasa bertemu setiap pagi di depan rumah sakit itu. Biasanya kalau dia yang sampai duluan, dia pasti akan mengabariku. Dan kalau aku sampai duluan, aku akan marah-marah menyuruhnya agar cepat sampai. Yang lebih menarik lagi jika kami secara kebetulan bisa sama-sama, saling melihat tapi dari angkot yang berbeda. Kami akan merasa saling terpacu siapa yang pertama kali akan sampai. Padahal kan itu semua tergantung supir angkot yang kami naiki. Dan aku lebih bahagia jika angkotku bisa membuat aku sampai terlebih dahulu. Kami akan jalan kaki bersama dari dalam rumah sakit menuju sekolah, intinya mencari jalan paling singkat agar bisa sampai lebih cepat. Selama perjalanan kadang kami hanya diam. Kadang dia tiba-tiba meninjuku atau menendangku sebagai tanda sayang. Agak aneh memang. Aku akan mempercepat langkahku jika gerbang sekolah mulai ditutup. Dan dia... seperti biasa. Dia tetap jalan santai. Kadang jika aku merasa kesal, aku akan berlari meninggalkannya tak peduli. Jika akhirnya t

Kerinduan di Akhir Senja [1]

Intan mencoba menutup mata dan berharap bisa terlelap. Tapi untuk kesekian kali dia menggerak-gerakkan badannya tanda tak nyaman. Akhirnya ia memutuskan untuk bangun, duduk ditempat tidurnya dan merutuki dirinya sendiri. Dia mulai menarik-narik rambutnya sendiri kemudian memukul-mukul kepalanya dan perlahan isak tangis terdengar. Dia menangis, lagi. Entah berapa lama dia menangis, akhirnya lelah menghampirinya dan dia terlelap. Jam sudah menunjukkan pukul 06.30 WIB saat sebuah suara terdengar sangat mengganggu, "Intan bangun. Kamu gak sekolah? Ini sudah setengah 7. Cepat. Mama juga harus cepat berangkat ni. Kamu naik angkot aja ya ke sekolahnya." Intan mencoba mengumpulkan nyawanya dan menjawab, "Iya ma, ini uda bangun kok." "Jangan tidur lagi, awas kalo kamu sampai tidak sekolah. Mama berangkat ya sayang. Bye ...", suara mamanya terdengar menjauh bersama motor yang dinaiki mamanya. Intan menghidupkan radio tua kesayangannya. Siaran radio pagi ini bia

Cerita

Hari ini tidak terlalu panas. Jadi hati ini lebih enteng menjalani hari. Aku teringat pada cerita seorang gadis padaku. Sebut saja Tania. "Bukan kami yang mau dipisahkan oleh jarak, kak", lanjut Tania yang sedari tadi hanya ingin didengarkan. "Kami terpaksa, menjalani aliran ritme hidup yang seperti ini. Kalau bisa, aku malah ingin 1 kampus saja dengannya. Aku rela kok beda jurusan asal aku bisa melihatnya dan bersamanya setiap hari. Kau bisa bayangkan kak? Aku yang setiap hari selalu bersama dengannya, berangkat sekolah, saat jam istirahat, pulang sekolah, les sore bareng, bimbel bareng, tiba-tiba... harus pisah, jauh. Kadang hati itu rasanya remuk rapuh gitu kak. Waktu tarik nafas, nyesek banget. Kayak ga sanggup nafas kalo ga ngeluarin bulir air mata. Kadang waktu lagi serius-seriusnya belajar, hati bisa aja ga tau diri mikir ke dia dan hatinya sakit lagi. Bukan apa-apa kak kalau dia rajin memberi kabar. Ya, kakak tau lah bagaimana dia. Sebenarnya waktu 4 tahun ak

Rokok, perempuan

Sedang stuck pada deretan coding -an. Ya sudah, aku berpaling... Aku berasal dari sebuah kampung di utara pulau Sumatera. Sedang memulai karya di ibukota negaraku. Bagaimana rasanya ? Seru ! Jarang sekali aku bisa langsung merasa nyaman pada sebuah tempat dan pada sekelompok orang. Dan aku mendapatkannya di tempat aku memulai karyaku ini. Namun, ada sedikit keanehan menurutku, sebagai anak kampung pastinya. Oya, sebelum itu, aku tidak suka melihat orang yang merokok. Alasan ? Halohalohalo ... rasanya tidak ada seorang pun yang suka pada asap rokok ! Absolutely ! Batangan penuh racun yang mematikan secara perlahan. Pemandangan ini biasanya kutemukan diantara bapak-bapak. Tapi di jaman sekarang, pemandangan aneh yang menjadi dianggap biasa terjadi juga di kalangan mahasiswa, anak SMA bahkan anak SMP juga. How poor they are ! Tapi jika dilarang, ah... sudahlah... sedikit yang akan berhasil pada larangan kita itu Siapa yang sengsara? Ya mereka, dan juga KITA, sebagai pe

Cerita Kecil dari Balik Senja Kemarin

Siang ini terik. Cukup membakar kulit putihmu menjadi merah kecoklatan yang akan berakhir hitam. Untung saja, tempat ini masih menggunakan pendingin ruangan. How lucky I am . Ntah kenapa, batin kecil yang suka tergelitik ini menyuruh jariku untuk menari diatas keyboard laptop ini, lagi, setelah sekian lama. Sebenarnya aku tau alasannya. Karena ada hal yang yang mengusik dan ingin membantu namun tak tahu harus lewat apa. Jadi, aku mau berbagi pengalaman. Pengalaman yang adalah masa lalu yang ku syukuri ada yang memberikan sedikit banyak arti dalam kehidupan di masa remaja menjelang masa dewasaku. Aku pernah terjatuh. Dalam? Ya, menurut versiku. Jadi aku memberinya tempat spesial. Hanya saja berakhir seperti kapal Titanic, karam, dan mungkin aku bisa dikatakan sebagai Millvina Dean karena menjadi saksi hidup akan ke-karam-an tempat spesial yang kusediakan sendiri. Setelah itu? Bagaimana ya? Hahaha... sejujurnya aku tidak ingin mengingat kembali masa itu. Hanya saja sepertin

Hanya bisa berkata, "aku rindu"

Semua hal itu akan datang dan pergi.. Orang-orang dalam hidup kita juga Ya, baru saja aku membuka salah satu media sosial yang sudah kupelihara bertahun-tahun Perlahan kubuka satu persatu foto, Hei... sudah dimana kakak ini sekarang ? Loh, abang ini pernah komen-komen panjang ya sama aku ? Nah, dia pernah mengucapkan salah satu kata lucu disalah satu foto profilku? Eh, adik ini, apa kabar ya dia ? Bagaimana penerbangannya sekarang ? Humpf... wanita yang kupanggil cucu ini dan dia memanggilku oppung, uda berapa lama ya ga ketemu ? Kangen juga Ya, begitulah... ketika membuka ulang album foto yang memuat gambar orang yang bahkan tak pernah kita temui lagi, sebersit rasa rindu membuat pikiran berputar ulang ke masa silam Masa indah, menyebalkan, mengharukan, semua rasa itu aahh... Kapan lagi ya bisa kayak gitu? :D Kita gak akan bisa ngulang itu lagi Itu cuma jadi kenangan :) Aku ga akan bisa suap-suapan sama tok mario kayak di kantin baru dulu Aku ga akan bisa fo

Sisakan Nama Orang yang Paling Anda Sayang

Kemarin aku membaca suatu artikel di sebuah media sosial, tiba-tiba saja aku mengingatnya dan ingin membagikannya. ceritanya kurang lebih seperti ini .... Ada 2 orang pria. Pria A memberi pertanyaan pada pria B, "coba tuliskan nama semua orang yang kau sayang yang sekarang sedang terlintas dipikiranmu" Pria B mulai menulis nama semua orang yang dia sayang. Nama orangtuanya, nama istrinya, nama anaknya, nama saudara dan nama teman-temannya. "Sekarang hapus 3 nama dan sisakan nama orang yang paling Anda sayang dari keseluruhan", ujar pria A. Pria B menuruti. Ia mulai menghapus 3 nama teman-temannya. "Coba hapus 3 lagi" Pria B menghapus lagi. Dan begitu seterusnya hingga yang tersisa hanya nama ayahnya, nama ibunya, nama istrinya dan nama anaknya. "Sekarang coba hapus 1 dari nama-nama itu dan sisakan nama yang paling Anda sayang", memasuki tahap ini, sepertinya tantangan semakin berat. "Ia mulai menghapus nama ayahnya", aku da

Hey, pak. Aku rindu :')

"Halo" "Halooo... Pak, apa kabar?" "Bah. baik boru. Kau apa kabar?" "Baik juganya. lagi dimana sekarang?" "Diteras duduk-duduk. Tumben menelepon. Biasanya kalo anaknya menelepon, pasti mau minta uang" "Enggak kok. Mau bicara aja sama bapak. Rindu aku. Kalo uang, masih ada kok uangku yang bapak kasi kemarin" .... Sekarang, sudah jauh dari pria itu Pria yang kusebut Bapak Pria yang mungkin sampai sekarang, jika aku jalan berdua dengannya, masih tidak malu merangkul pundakku saat menyebrang jalan Hahaha... Sekarang gadis kecilmu sudah mulai dewasa pak Ingat tidak? Sekitar 14 tahun lalu kau masih memukulku dengan sapu karena membawa teman-temanku yang mandi hujan di teras rumah :D Ingat tidak? Ketika aku mulai belajar perkalian, dan kau selalu menyenggakku ketika aku tidak pede dengan jawabanku Hahaha... Oya, masih ingat tidak? Ketika kami bertiga menyanyi dihadapanmu, Bapak...Bapak... Jangan kau merokok

Ingatan...

dulu dia pernah menangis sebegitu sedihnya entahlah... aku tak pernah melihat lelaki menangis hingga seperti itu dia menangis karena hatinya lebih dari disobek, olehku.. dia menangis hingga sesenggukan itu bukan airmata biasa itu airmata kepedihan yang aku atau dia bahkan tak akan tau sampai kapan keperihan dalam kepedihan itu berakhir dan kini... bahkan setelah tangisan memilukan dari lelaki yang terlihat kuat itu terlepas darinya rasanya masih bertahan ini sudah tahun ketiga setelah kejadian itu namun tetap saja sobekan yang dijahitnya sendiri itu meninggalkan bekas sepertinya aku terlalu jahat jika kembali lagi ya, aku tak berniat membuka jahitan itu atau menyobek lagi bagian hati yang lain aku tak berniat kembali aku hanya mencoba memilin ulang pertemanan siapa tahu aku bisa menebus kesalahanku

Lelaki Bermata Indah

Mereka menyebutnya seperti itu... Jauh sebelum itu, aku tidak pernah menatap matanya. Sungguh ! Aku hanya terpesona dengan wajahnya yang memesona, Tawanya yang lepas.  Jejeran gigi putih rapi yang pasti kelihatan saat ia tertawa Yaah... Itu adalah alasanku terpesona padanya Bukan MATANYA Dan jauh sebelum sebutan itu ada, aku sudah sering memperhatikannya, memandang dan mengagumi dari jauh Kau tau rasanya ? Indah dan menyesakkan !! Dan setelah sebutan itu ada, Ntah mengapa secara spontan aku jadi lebih sering mencoba untuk menatap matanya Ternyata teman-temanku benar Matanya indah, Sebenarnya bukan hanya indah, matanya HIDUP dan mampu membuat aura positifku muncul kembali Sekarang lebih sempurna Aku terpesona akan wajahnya yang menawan ditambah dengan matanya yang indah Aku tidak pernah berharap banyak Aku hanya ingin menikmati perasaan indah dan menyesakkan ini seterusnya Tidak ingin dia tau Sama sekali ! Sampai akhirnya... Aku menatap matanya dengan jarak