Postingan

Menampilkan postingan dari 2022
 Capeknya yaampun
 Tahun lalu, saat cinta pertamaku menikah dengan pasangannya, aku bahagia. Pasangannya menemaninya sekian lama dan mereka akhirnya berakhir bahagia di pelaminan. Tidak ada perasaan sedih padaku. Dia menjadi cinta pertamaku tiga belas tahun yang lalu. Aku tau aku bahagia untuknya, sempat mengukir cerita dan masa yang tetap baik untuk dikenang. Beberapa jam yang lalu aku mendengar kabar, bahwa dia, seseorang yang kukira cinta terakhirku akan menikah. Iya, hanya kukira. Karena takdir bilang bukan dia. Kami berpisah. Aku hendak mengatakan kami baik-baik saja. Tapi bukankah tidak ada yang baik-baik saja dengan perpisahan? Proses untuk menganggap dia tidak lagi jadi bagian hidupku terasa jauh lebih sulit. Tentu saja karena aku mengira aku akan berakhir bersamanya. Pikiran dan harapan yang terlalu jauh memang harus berani dikuasai sendiri, bukan? "Dia kan akan menikah tahun ini", satu kalimat dari temanku. Seketika semua cerita lama berputar, menyerap energi hingga titik habis. Tida
Lelaki ini unik sekali. Dia pernah keliling Asia Tenggara, menghabiskan uang yang selama ini ia tabung untuk rencana pernikahannya dengan pasangannya. Yap! Dia menghabiskannya karena hubungan mereka tidak berhasil. Lalu dia memutuskan untuk sendiri, ini adalah tahun kelimanya. Bukan ia tidak mau membuka hati, hanya saja setelah perjalanan panjangnya itu ia menyadari bahwa pasangan dan pernikahan bukan lagi menjadi prioritas. Kini ia tinggal di negara sebelah, mancari peruntungan tentang uang, pengalaman dan cerita baru dalam hidup yang mungkin akan diceritakannya padaku dan aku akan dengan senang hati mendengarkan. Kami pernah menghabiskan malam sampai sangat larut. Melihat senja sambil jalan di sepanjang garis pantai sambil bercerita. Saat tiba-tiba kami saling diam, aku berceletuk, "Pasang lagu kali ya, biar seru". "Gak usah. Dengerin suara ombak aja", katanya, berujung aku memasukkan kembali ponselku ke dalam kantung celana, melanjutkan berjalan disampingnya. Dan

Ajarkan aku - Arvian Dwi

 Kemarin seorang ibu dari temanku bilang pada kami, "Pintu hati jangan ditutup terlalu rapat. Sudah mulai bisa dibuka sedikit, beri ruang untuk seseorang masuk, hadir". Aku hanya tersenyum mendengarnya. Hari ini aku mendengar lagu yang mengingatkanku pada kalimat ibu temanku itu. Ajarkan aku - Arvian Dwi, liriknya begini... Ajarkan aku cara tuk melupakanmu Bila membencimu tak pernah cukup 'tuk hilangkan kamu Ajarkan aku, sebelum merusak kedalam-dalamnya Sebelum aku trauma mencintai sosok yang baru lagi Lalu aku bertanya pada diriku, apakah karena luka lima tahun lalu aku begini? Ya rasanya sulit sekali. Bukan tidak mau, tapi hasrat untuk memulai dan membuka hati itu belum ada.