Tahun lalu, saat cinta pertamaku menikah dengan pasangannya, aku bahagia. Pasangannya menemaninya sekian lama dan mereka akhirnya berakhir bahagia di pelaminan. Tidak ada perasaan sedih padaku. Dia menjadi cinta pertamaku tiga belas tahun yang lalu. Aku tau aku bahagia untuknya, sempat mengukir cerita dan masa yang tetap baik untuk dikenang.

Beberapa jam yang lalu aku mendengar kabar, bahwa dia, seseorang yang kukira cinta terakhirku akan menikah. Iya, hanya kukira. Karena takdir bilang bukan dia. Kami berpisah. Aku hendak mengatakan kami baik-baik saja. Tapi bukankah tidak ada yang baik-baik saja dengan perpisahan?

Proses untuk menganggap dia tidak lagi jadi bagian hidupku terasa jauh lebih sulit. Tentu saja karena aku mengira aku akan berakhir bersamanya. Pikiran dan harapan yang terlalu jauh memang harus berani dikuasai sendiri, bukan?

"Dia kan akan menikah tahun ini", satu kalimat dari temanku. Seketika semua cerita lama berputar, menyerap energi hingga titik habis.

Tidak, aku tidak mengharapkannya lagi. Tidak ada yang bisa diusahakan lagi tentang kami. Aku hanya, kau tau, perasaan yang kali ini tidak bisa diungkapkan. Hanya saja akhirnya memang hidup sampai ditahap ini. Tahap menyudahi pencarian dan melangkah ke tangga selanjutnya.

Apakah aku senang dengan berita tentangnya?
Harusnya, iya.
Tapi sepertinya tidak seikhlas pada cinta pertamaku.
Karena dia akan menikah dengan menyakiti orang lain yang bukan aku.
Iya, itu bukan menjadi bagianku. Bagianku hanya mendoakan yang terbaik atau memang seharusnya tidak mengurusi hal itu lagi.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Musim Kehilangan