Postingan

Menampilkan postingan dari Mei, 2017

Amsal 17:17

Seorang sahabat menaruh kasih setiap waktu, dan menjadi seorang saudara dalam kesukaran. Dia membatalkan jadwal nonton bersama teman-temannya karena aku. Ia menghentikan taxi dan melaju pulang karena kubilang aku menunggunya. Tanpa rengekan. Tidak ada kata pembukaan. Semua mengalir dan dia menunggu, mendengar, dengan sebatang rokok di tangan kanannya. "Menurutmu aku harus gimana?", kuakhiri dengan sebuah tanya. Perutnya yang buncit tidak lagi menjadi hal aneh bagiku. Telanjang dada di depanku karena gerahnya Jakarta menjadi pengalaman yang biasa saja darinya. ... Hening. "Kau tau jawabanku". ... Hening (lagi). "Enggak. Aku ga tau", sahutku. "Jawabanku sama dengan jawaban-jawabanku sebelumnya. Sudah berapa kali kau mempertanyakan ini padaku?", dia menekankan lagi kata-katanya. Aku tertunduk, ya aku tau , sahutku dalam hati. "Ayolah, kau tau seberapa keras aku bertahan pada jawabanku saat kau memilih pilihan ya

#RandomThought

Mengubah perkenalan menjadi sebuah persahabatan bukanlah suatu hal yang mudah. Menggabungkan antar kepribadian menjadi sebuah kebahagiaan membutuhkan waktu yang banyak. Tak jarang, orang yang menarik atau cerdas misalnya, hanya menjadi teman sekadar kenal, ketika ternyata setelah tahap pembentukan pendekatan, entah kita yang gagal atau orang itu. Tidak nyaman. Semudah itu. Watak manusia yang berbeda, sama seperti paras, tidak ada yang sama. Pembentukan pola kepribadian, percaya atau tidak terbentuk dari lingkungan dimana kita berada. Ketika kita hidup dalam keluarga dengan watak yang keras, dan bergaul dengan teman-teman dengan watak yang sama, pelan-pelan kita yang mungkin semula tak memiliki watak itu menjadi keras pula. Lagi, ketika kita hidup dalam keluarga yang mengayomi dan mengajari sifat kepemimpinan, dan lingkungan luar atau sekolah mendukung, tidak mustahil kita dipercaya untuk menjadi seorang pemimpin, dalam sebuah organisasi misalnya. Tetapi banyak yang berkata, "ah

Cerita singkat di Sabtu kelabu

Sudah jam 5. Bukankah aku harus ke Bandung hari ini? Aku mengambil ponselku yang berada di atas meja di samping tempat tidurku. Kosong. Tidak ada pemberitahuan apa pun. Tidak ada pesan yang masuk. Oh, ya. Kami sedang bertengkar. Tidak ada Bandung hari ini. Tidak ada pertemuan lagi. Malam ini entah akan menjadi malam minggu keberapa tanpa dia. Beberapa minggu yang lalu aku berhasil mengalihkan perhatianku karena aku pergi bersama teman-temanku yang lain. Tapi untuk hari ini, aku benar-benar tidak ada janji. Sial ! Ini tidak bisa dibiarkan. Aku pasti akan mati karena kesepian. Bahkan untuk mengitari mall sendiri pun terasa sangat sepi karena tak ada dia, di chat sekalipun. Minggu kemarin kami masih merencanakan akan ke Bandung akhir minggu ini. Tapi kemudian entah karena apa, kami bertengkar, dan saling tidak memberi kabar sampai hari ini.  Padahal aku sudah senang sekali karena akan menghabiskan malam mingguku dengannya. Pupus sudah. Egois. Ah, manusia. Begitulah

Ini akan jauh lebih mudah,

Semua memang berbeda, sedikit lebih berat rasanya Bukan terbiasa, hanya saja ini bukan kali pertama Kemarin itu, bahkan lebih lama dan lebih sulit Dan semua berlalu, tidak begitu saja namun tetap terlewati Kemarin itu, jauh lebih berat Jika lagi harus dilukiskan, aku lupa Sekarang? Harus lihai aku menata dan melupa Harus pandai aku mengalihkan dan tak acuh Untuk apa tetap menggali harapan jika akan ditutup dengan kehampaan Untuk apa tetap peduli jika hanya bertepuk sebelah tangan Untuk apa terus mengalah jika tak ada pembelajaran Sudahlah... Ini bukan kali pertama Semua akan jauh lebih mudah, seharusnya...

Aku benci hujan

Aku tidak suka sepi Menusuk menunggu mati rasanya Aku lebih suka keramaian kemudian aku bisa konsentrasi Hari ini sepi Tidak ada warna bahasa dan suara Bahkan diluar sana langit kelabu menambah suram Minggu sore Hujan Kemudian bersahutan dengan petir Aku benci ! Aku tidak suka suara hujan Dingin menyayat Pedih Apalagi saudaranya, petir Jahat ! Menakutkan, menggelegar sok berkuasa Entah bagaimana aku memahami si pecinta hujan Hujan itu mengerikan! Tidak membuat galau Tapi membawa tangis Hujan Aku benci ! Cepatlah pergi !

#RandomThought

Hai ... Kapan kita bertemu? Hatiku sudah dirundung rindu yang tak jua terkikis Bagaimana bisa? Sedang aku menanti kau menjemputku untuk membawaku bertamasya Seperti waktu itu Kini, Banyak alasan bodoh yang akhirnya membuat rindu berharga murah Sehingga ia tak dihargai dan tak diingat Beginilah jadinya Jarak kita dekat Tapi ruang rindu terbentang lebih luas dibanding jarak Bukan apa-apa Egois manusia kita yang meraja Haah... Aku ingin lepas saja Dari bayang dan hidupmu Tapi tidak bisa Seandainya bisa Itu hanya terjadi jika aku mati Kasih... Mengertilah Cinta tidak menuntutmu menjadi pembosan Hanya kau yang tak pandai memadu-madankan warna Kalau bukan denganmu Dengan siapa lagi? Apa kau juga sudah berubah menjadi manusia munafik seperti yang lain? Jika begitu Biarlah aku mencari penggantimu