Postingan

Menampilkan postingan dari Agustus, 2018

Pelan-pelan hati menyembuhkan dirinya sendiri

Pelan-pelan hati menyembuhkan dirinya sendiri Tidak lagi merasa perih saat berhenti di satu tempat yang dulu dikunjungi bersama, atau menikmati makanan yang dulu adalah favorit berdua atau merencanakan apa yang sudah sempat dibicarakan bersama Pelan-pelan hati belajar ikhlas Mengenang semuanya menghasilkan sunggingan senyum menandakan "aku sudah baik-baik saja tanpamu" Tidak lagi marah saat ada orang yang membicarakan masa lalu atau menghujat saat orang lain menggunjingkan dia yang pernah ada atau malah marah saat tahu dia punya pendamping baru Pelan-pelan hati mengucapkan terima kasih Karena sudah ditinggalkan di waktu yang tepat Karena sudah memberikan kebebasan yang sebelumnya tertunda Karena sudah mengajarkan kedewasaan untuk terus bertumbuh

Jangan masuk dulu, isinya masih berantakan

Aku tersenyum, hanya menghargai Aku menemani berbincang, hanya untuk mengisi kekosongan Aku menghabiskan senja bersamamu, hanya mereda deru hati menangis Aku tertawa, hanya mengelabui pikiran Aku sedang berada di titik pengkhianatan pada diriku sendiri Ada janji yang diingkari Ada ruang yang disesaki rutukan Ada stimulus positif pikiran yang diberikan dengan dosis tinggi Namun tak lagi bereaksi dengan semestinya Ah, jangan masuk dulu Isinya masih berantakan Biar kubenahi Sebentar lagi Setelah kukosongkan, akan kupasangi banyak ventilasi Agar lebih banyak harapan menguar dan tidak kusimpan didalamnya Aku sudah sampai pada tahap tak percaya Jika kau mau membaginya, maaf aku belum menyediakan wadah untuk menampungnya sekarang Nanti saja, Tidak tau kapan

Empat Pertemuan yang Membuat Aku Mengerti

Dia lembut sekali. Paling tidak dialah yang paling lembut dan manis diantara empat belas orang lainnya. Ternyata yang mengakui hal tersebut bukan hanya aku, tapi juga teman-teman perempuan yang lain. Maka dari itu aku tidak memilihnya menjadi objek surat cintaku yang dibuat dengan paksaan sebagai mahasiswa baru terhadap seniornya. Aku merasa suratku akan menjadi hal paling bodoh diantara tumpukan surat lainnya. Yang setelah enam tahun baru kusadari bahwa semua surat tidak punya arti apa pun bagi mereka. Beberapa kali aku mendengar gosip tentangnya. Tentu saja aku hanya sebagai pendengar karena aku tidak punya informasi apa pun tentang dia. Misalnya tentang dia pacaran dengan seorang wanita pendiam yang cantik sekali setelah beberapa kali dituduh sebagai playboy , tentang jurusan kuliah yang ternyata bukan pilihannya sendiri. Entah berita itu benar atau tidak. Yah,gosip seputar itu, lalu sudah. Lima tahun setelah mengenalnya, tidak lagi di lingkungan yang sama, kami berteman d

Sepertinya Tuhan sudah bosan denganku

Jadi, Tadi malam aku pulang lebih cepat dari kantor karena ada kegiatan GR sebelum konser yang akan kuikuti pada Sabtu minggu ini di gereja. Aku melangkah melewati lorong jalan menuju tempat pemberhentian bus TransJakarta. Aku naik dan berganti bus di salah satu halte besar sebelum melanjutkan perjalanan menuju ke gereja. Di bus kedua, aku menggunakan headset dan membuka Youtube. Aku mengikuti beberapa channel dan salah satu channel baru saja mengunggah sebuah video. Setiap episodenya selalu kuikuti, judulnya "Kenapa Belum Menikah?" episode 9. Di awal cerita aku sudah menebak polemik yang dihadapi si aktor dan aktris. Pada menit kelima akhirnya ia memperjelas tebakanku, dan benar. Langsung saja ku pause dan pikiranku melayang. Aku benci pada momen seperti ini tapi tetap saja aku memaksa diriku untuk menikmatinya. Aku turun di halte yang dekat dengan gereja dan melewati jembatan penyebrangan jalan. Di depan mataku terlihat tugu monas dengan lapisan emas pada bagian atasnya

Setidaknya, aku pernah

Aku pernah ada di satu titik dimana kelenjar air mata menyerah untuk berproduksi. Kemudian cairan dalam tubuhku seakan menguap tak bersisa, membuat tenggorokanku tercekat ketika, lagi, malam membangunkanku untuk mencoba memeluk diri sendiri yang sudah terlalu rapuh untuk dipaksa berharap pada semesta. Aku pernah mengutuk mengapa pagi tidak hadir diawali dengan jam sepuluh pagi dan jam kantor adalah pertanda pergantian hari. Karena semua spasi tanpa pengalihan isu alias pekerjaan kantor, membuat pikiran dan perasaan kembali bertengkar hebat. Dan tentu saja pada saat itu pikiran tidak lagi menang karena rapuhnya perasaan tidak dapat diobati. Ibaratnya jika memaksa perasaan untuk mengangkat ego, ia akan hancur. Aku pernah benci pada hati yang sudah distimulus dengan logika tapi tetap saja tidak membuahkan hasil. Ia bertengger pada perasaan sakit hati penyebab kehancurannya yang aku sendiri tak tau kapan terobati, kapan sembuh dan bagaimana caranya. Jika kau tanya sekarang bagaimana

Begitu Adanya Kini

Sayangnya ada saja kebodohan yang tidak bisa dimaklumi tapi selalu terjadi, berulang, lagi dan lagi Kebodohan yang menerima penolakan dari setiap orang, tapi dilakukan lagi, dengan sadar Sayangnya lagi, ada jiwa wanita yang tetap melekat walau terlihat tegar Meruntuhkan hati untuk mata yang tidak bisa mengeluarkan kepedihannya Berlagak tangguh untuk sebuah kehancuran yang sudah berserakan entah ke sudut mana saja Berjuang setengah mati walau tertatih menuju garis start lagi Trauma? Ah, itu apa? Bukankah mengulang lagi dan lagi artinya adalah mencoba? Ternyata ada irisan di batin yang hampir tak terlihat Namun kemudian menjadi yang terkuat menelan kepercayaan untuk segera ditiadakan Maksud hati ingin berhenti tapi luka ini ingin lagi ditumpahkan cuka Agar lagi merutuki batin sendiri Berjuang lagi untuk memperbaiki Atau sudah hendak menyerah? Tidak Mungkin, belum Baiklah, begitu adanya kini.