Cerita singkat di Sabtu kelabu

Sudah jam 5. Bukankah aku harus ke Bandung hari ini?
Aku mengambil ponselku yang berada di atas meja di samping tempat tidurku.
Kosong.

Tidak ada pemberitahuan apa pun. Tidak ada pesan yang masuk.
Oh, ya. Kami sedang bertengkar. Tidak ada Bandung hari ini. Tidak ada pertemuan lagi.
Malam ini entah akan menjadi malam minggu keberapa tanpa dia. Beberapa minggu yang lalu aku berhasil mengalihkan perhatianku karena aku pergi bersama teman-temanku yang lain. Tapi untuk hari ini, aku benar-benar tidak ada janji. Sial ! Ini tidak bisa dibiarkan. Aku pasti akan mati karena kesepian. Bahkan untuk mengitari mall sendiri pun terasa sangat sepi karena tak ada dia, di chat sekalipun.
Minggu kemarin kami masih merencanakan akan ke Bandung akhir minggu ini. Tapi kemudian entah karena apa, kami bertengkar, dan saling tidak memberi kabar sampai hari ini. Padahal aku sudah senang sekali karena akan menghabiskan malam mingguku dengannya. Pupus sudah.
Egois.
Ah, manusia. Begitulah. Aku merasa ini adalah kesalahannya dan aku tidak mau meminta maaf. Aku juga tidak mau memaafkan jika ia tidak menjelaskan apa pun padaku secara langsung. Begitulah.
Sementara dia, mungkin ia juga merasa ini adalah salahku. Jadi harus aku yang mengalah dan memulai. Dia tidak mau memperbaiki semuanya. Sampai detik ini. Sampai hari dimana seharusnya kami menginjakkan kaki di kota sebelah. Tidak ada pesan, tidak ada suara. Hanya status "online" di Whatsapp-nya yang sesekali kulihat saat aku membaca ulang pesan-pesan yang sebelumnya ia kirim padaku.

Aku rindu.
Kata-kata basi. Kata-kata yang kesannya tidak akan berguna. Tidak bermakna. Tidak bermanfaat.

Hari ini apa kabar?
Apa yang sudah terjadi?
Kau sudah jalan dan komunikasi dengan siapa saja?
Ah, follower mu bertambah 1, dan kau juga mem-follown-ya. Siapa dia? Teman SMP atau SMA mu kah? Aku tidak kenal.
Kau pasti tidak bertanya padaku darimana aku tau, kan?
Walau kau memblokirku dari semua sosial mediamu, aku pasti bisa melihat hal kecil seperti itu. Aku yakin kau mengerti bagaimana caraku jika aku ingin tau sesuatu. Karena kau masih berarti, bagiku. Entah bagaimana aku bagimu.

Ini berlaku sampai kapan?
Lebih dari sembilan puluh hari seperti kemarin kau memperlakukanku?
Lalu, aku harus menunggu? Atau aku harus apa? Kau jenuh?
Aku harus mengerti? Bagaimana aku bisa mengerti jika kau hanya diam?

Atau ...
Ah, banyak sekali spekulasi gila di dalam pikiranku.
Tidak ! Aku tidak berpikir kau berpaling pada wanita lain, aku yakin padamu. Aku yakin kau masih menjaga hatimu.
Atau mungkin sekarang kau butuh waktu untuk meyakinkan hatimu bahwa hanya ada aku?
Bahwa kau memang membutuhkanku?
Atau mungkin kau mendapati satu keyakinan bahwa ternyata bukan aku?

Baiklah..
Ini masih beberapa minggu yang tidak beres. Aku pernah merasakan waktu yang lebih lama dari sini.
Aku pasti bisa, bukan?
Aku tidak yakin. Tapi aku pasti berusaha. Kau tau itu !
Tidak apa, pergilah. Jika kau yakin akan maju dan tidak akan kembali, beritahu aku.
Jika ternyata kau ingin kembali, aku ada, di titik yang sama, tidak berubah.
Jika kau masih ingin mencoba meyakinkan hatimu sendiri, lagi dan lagi. Baiklah ...
Aku akan baik-baik saja.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Musim Kehilangan