"Aku boleh menelponmu?", kettikku dilayar ponsel. Ingin kutekan tombol kirim lalu enggan kulakukan. Aku berbicara saja dalam hati, "Perasaanku sedang gusar, aku ingin mendengar suaramu, itu saja. Kau tak perlu bertanya alasannya, dengarkan saja", begitu kira-kira.

Tapi belakangan ini kau sibuk. Sibuk dengan keperluanmu sendiri, sibuk dengan kepentinganmu sendiri, sibuk dengan hal yang tak boleh kuketahui sama sekali. Aku sampai bingung apakah aku boleh bertanya kau sedang apa, sedang dimana dan bersama siapa. Rasanya semuanya serba salah. Kau bahkan tidak bercerita apa pun tentang harimu ketika kutanya.

Aku sampai membujuk diriku sendiri untuk tak lagi mau tau tentang dirimu dan kesibukanmu. Toh jika itu perlu untuk kuketahui, kau pasti bercerita, jika tidak maka hal itu akan kau simpan sendiri. Aku ingat kau pernah bilang, "Aku tak mau membicarakan hal yang tidak ada hasilnya. Nanti saja, jika sudah berhasil".

Padahal aku senang mendengarkan cerita ngalor-ngidul tanpa arah kita. Rupanya pendewasaan ini membuat hal itu tidak asik lagi.

Sayangnya lagi aku punya ekspektasi dalam hidup yang ternyata malah membebanimu. Aku pun sudah enggan bercerita banyak hal. Diskusi tidak lagi menjadi cara menenangkan diri, kita cuma asik untuk memendam sendiri agar tak menambah beban masing-masing.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Musim Kehilangan