Kerinduan di Akhir Senja [2]

Kami biasa bertemu setiap pagi di depan rumah sakit itu. Biasanya kalau dia yang sampai duluan, dia pasti akan mengabariku. Dan kalau aku sampai duluan, aku akan marah-marah menyuruhnya agar cepat sampai. Yang lebih menarik lagi jika kami secara kebetulan bisa sama-sama, saling melihat tapi dari angkot yang berbeda. Kami akan merasa saling terpacu siapa yang pertama kali akan sampai. Padahal kan itu semua tergantung supir angkot yang kami naiki. Dan aku lebih bahagia jika angkotku bisa membuat aku sampai terlebih dahulu. Kami akan jalan kaki bersama dari dalam rumah sakit menuju sekolah, intinya mencari jalan paling singkat agar bisa sampai lebih cepat. Selama perjalanan kadang kami hanya diam. Kadang dia tiba-tiba meninjuku atau menendangku sebagai tanda sayang. Agak aneh memang.
Aku akan mempercepat langkahku jika gerbang sekolah mulai ditutup. Dan dia... seperti biasa. Dia tetap jalan santai. Kadang jika aku merasa kesal, aku akan berlari meninggalkannya tak peduli. Jika akhirnya ternyata kami berdua tak terlambat, aku akan mundur dan menemuinya, memberi senyum termanis dan dia pasti membalasnya dengan cuek. Tapi sedikit rayuan akan membuat dia tersenyum lagi. Dan kalau aku tidak terlambat sementara dia terlambat, aku akan memarahinya karena dia tidak mau lari supaya dia tidak terlambat.
Intinya aku suka memarahinya. Bukan suka sebenarnya, aku hanya ingin dia berhenti jadi anak brandal, paling tidak mengurangi kadar ke-brandal-an nya. Dari pertama aku mengenalnya, dia memang tergolong anak-anak bandel di sekolah. Tapi ke-bandel-an nya itu kadang membuatku merasa nyaman. Dia bisa terlihat kasar diluar namun ternyata sangat lembut memperlakukanku.
Aku sebenarnya sudah suka memperhatikannya dari awal masuk sekolah. Dia tampan, punya tubuh proporsional, tidak pernah rapi dan ketampanannya akan meningkat 300% saat dia sedang bermain futsal.
Sampai suatu saat entah karena apa, kami dekat. Sesuatu yang paling kuingat, saat dia ulang tahun yang ke-16 tahun. Saat itu teman-temannya merayakan ulang tahunnya pada saat jam pelajaran olahraga. Fyi, kami beda kelas. Tanpa kusadari, aku dipanggil oleh teman-temannya saat aku masih mengikuti pelajaran Kimia. Sebenarnya guruku tidak memberi izin tapi teman-temannya terus memohon pada guruku sampai aku diberi izin keluar. Aku tidak tahu menahu. Tiba-tiba dari belakangku dia membawa sepotong kue ulang tahun dengan malu-malu. Sumpah ! Dia malu-malu. Untuk pertama kali cowok yang aku kenal brandal ini bisa malu dihadapan perempuan, dan itu aku. Tiba-tiba temannya menyoraki, "Suap..suap..suap!!"
Aku malu setengah mati dan tidak bisa menahan tawaku. Dan masih dengan malu-malu, dia menyuapiku. Sayang sekali aku tidak punya kenangan dalam bentuk foto saat kejadian itu. Dan sebulan setelah ulang tahunnya dia menyatakan rasa sayangnya padaku dan kami menjadi sepasang kekasih.
Ada apa di kisah kami ?

Tania menutup catatan kecilnya dan tersenyum. Dia seperti menikmati apa yang baru saja ia tulis. Ia melihat jam tangannya dan dia melihat jam sudah menunjukkan angka 4. Ia berdiri dan segera pergi setelah memasukkan catatannya itu ke dalam tasnya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Musim Kehilangan