Kerinduan di Akhir Senja [3]

"Apa sih yang ada di pikiran Intan? Mau nangis-nangis terus? Mau sampai kapan sih?", Arif berkata sendiri didalam kamarnya.
Tok..tok..tok..
"Kak, kakak ngomong sama siapa sih? Makan yuuk..", suara Bimo, adik Arif terdengar dari balik pintu.
"Lagi ngomong sendiri, latihan akting, siapa tau bisa jadi artis", kata Arif ketika membuka pintu dan pergi meninggalkan Bimo. Bimo hanya mengerinyit tak mengerti.
"Ma, abis makan aku ke tempat Intan ya", kata Arif disela-sela makan malam.
"Ikut ikut", kata Bimo menanggapi.
"Enggak !", Arif melotot yang dibalas Bimo dengan leletan lidah.
"Mau ngapain?", Papanya malah menjawab.
"Pacaran", ujar Bimo kesal.
Arif melotot lagi ke arahnya, "Pengen cerita-cerita aja, Pa. Uda lama gak quality time sama anak itu."
Papanya mengangguk, mamanya juga menyatakan setuju. Keluarga Arif dan keluarga Intan memang sudah lama bertetangga. Mereka memang sudah berteman dari kecil. Tapi entah kenapa, setelah Intan mengenal kata pacaran, dia sudah jarang menghabiskan waktu dengan Arif.

"Tante, Intan mana?", kata Arif setelah mama Intan membukakan pintu rumah.
"Ada tuh, di kamar. Ntar tante panggilin", kata mama Intan setelah mempersilahkan Arif masuk.
"Arif nunggu sambil nonton ya tan", kata Arif. Dia berjalan memasuki ruang keluarga. Arif memang sudah dianggap anak sendiri oleh mama Intan. Jadi dia bisa leluasa di rumah Intan.
Intan datang dengan stelan kaos besar dan celana pendek. Celana pendeknya bahkan hampir tertutupi oleh kaos besarnya. Dia duduk disamping Arif dan melihat ke arah televisi.
"Kenapa harus nangis lagi sih?", kata Arif mengganti channel TV.
Intan diam lalu merebut remote TV dan mengganti lagi dengan channel sebelumnya. "Ini asik nih acaranya, kita bisa tau seberapa besar rasa humor kita", kata Intan menunjuk sebuah acara komedi yang sedang ditayangkan di TV.
Arif menarik rahang Intan agar menoleh ke arahnya. Intan berusaha menolak. Tapi kekuatan Arif lebih besar dari pada Intan. Intan sudah meneteskan airmata.
"Kok malah nangis lagi sih?", kata Arif menghapus airmata Intan. Intan tak menolak.
"Ngapain juga ditanyain terus. Kan netes lagi. Aku juga gak mau nangis lagi, Kak. Tapi air matanya bandel, hatinya juga. Uda dibilangin kok supaya jangan nangis lagi", kata Intan sambil terisak.
"Yaudah yaudah ...", Arif membenamkan kepala Intan dibahunya. Membiarkan Intan memuaskan tangisannya.
Intan memang sulit mengontrol dirinya. Jika memang dirinya penuh dengan emosi, hanya ada 2 cara yang bisa membuatnya tenang kembali. Mengeluarkannya dalam bentuk kemarahan atau menangis. Dan untuk sekarang dia hanya bisa menangis.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Musim Kehilangan