Kerinduan di Akhir Senja [5]
Aku memutuskannya. Setelah 11 bulan kami bersama. Banyak canda tawa kesedihan dan tangisan yang sudah kami lewati bersama. Banyak kisah yang mungkin tidak akan kulupakan dan kini hanya jadi kenangan. Salah satu yang paling berkesan adalah, saat dia, tepat jam 6 pagi sudah berdiri di depan gerbang rumah sambil membawa nasi goreng hasil masakannya sendiri. Aku sangat terkejut dan tak mau mama melihatnya. Aku langsung menyuruhnya pergi ke persimpangan rumah setelah menemuinya dan menerima nasi goreng itu. Aku berjanji akan menemuinya di persimpangan rumah secepatnya dan pergi ke sekolah bersama. Nasi gorengnya, enak. Kebiasaan lain yang kami lakukan adalah selalu bercerita menghabiskan malam hingga waktunya tidur, ya kami selalu teleponan tepat jam 9 malam hingga waktunya tidur.
Namun aku memutuskannya. Aku memutuskannya karena setelah beberapa bulan, mulai ada rasa tidak nyaman dalam hatiku padanya. Dia mulai "overprotective" padaku. Bayangkan saja, kemana pun aku pergi, bersama siapa, pergi jam berapa, aku harus laporan padanya. Bahkan pernah suatu ketika dia melarangku untuk pergi bersama sahabatku. Aku mulai muak.
Alasan lain adalah, ada seseorang, yang mengetahui status hubunganku namun memberikan aku suatu perhatian yang membuat aku nyaman. Alasan ini adalah salah satu alasan yang membuatku yakin untuk meninggalkannya.
Aku memutuskannya dan dia menolak. Dia menemuiku dan menyatakan bahwa ia akan berubah asalkan aku tidak memutuskannya. Ironi. Dia menangis sampai sesenggukan. Benar-benar sampai sesenggukan. Untuk pertama kalinya aku melihat air mata ketulusan yang tumpah dan aku tidak memedulikannya. Hanya ada penilaian negatif atas dia di dalam pikiranku saat itu. Sampai akhirnya, didalam kepasrahan, dia memintaku untuk meneruskan hubungan ini hingga tepat 12 bulan, lalu aku boleh memutuskannya. Aku setuju
Intan menutup catatan kecilnya. Rasa itu menyeruak, Intan tak bisa bernafas lancar. Seperti ada batu besar dalam hatinya setelah ia menulis cerita dalam catatan itu. Sesak.
Hampir Intan merutuki kebodohan dirinya, sampai ...
kring.. kring .. kring ..
Handphone Intan berbunyi dan menampilkan nama "K Arif" di layar.
"Ya kak", katanya.
"Kenapa belum tidur?", ujar suara diseberang telepon.
"Baru aja mau matiin lampu, kakak langsung nelpon", Intan berbohong.
"Wah, kebetulan banget ya? Dari tadi kamar kamu terang benderang Tan. Jangan bohong deh, tidur sana", Arif memerhatikan kamar Intan dari kamarnya yang memang terlihat.
Intan gelagapan dan langsung mematikan lampu kamarnya lalu menjawab, "Kan aku uda bilang baru aja mau matiin lampu."
"Yasudah, tidur la. Jangan pegang catatan kecil kamu itu lagi. Jangan lupa berdoa", klik. Sambungan telepon terputus. Intan melihat catatan kecil dalam dekapannya kemudian memasukkannya ke dalam tas sekolahnya.
Namun aku memutuskannya. Aku memutuskannya karena setelah beberapa bulan, mulai ada rasa tidak nyaman dalam hatiku padanya. Dia mulai "overprotective" padaku. Bayangkan saja, kemana pun aku pergi, bersama siapa, pergi jam berapa, aku harus laporan padanya. Bahkan pernah suatu ketika dia melarangku untuk pergi bersama sahabatku. Aku mulai muak.
Alasan lain adalah, ada seseorang, yang mengetahui status hubunganku namun memberikan aku suatu perhatian yang membuat aku nyaman. Alasan ini adalah salah satu alasan yang membuatku yakin untuk meninggalkannya.
Aku memutuskannya dan dia menolak. Dia menemuiku dan menyatakan bahwa ia akan berubah asalkan aku tidak memutuskannya. Ironi. Dia menangis sampai sesenggukan. Benar-benar sampai sesenggukan. Untuk pertama kalinya aku melihat air mata ketulusan yang tumpah dan aku tidak memedulikannya. Hanya ada penilaian negatif atas dia di dalam pikiranku saat itu. Sampai akhirnya, didalam kepasrahan, dia memintaku untuk meneruskan hubungan ini hingga tepat 12 bulan, lalu aku boleh memutuskannya. Aku setuju
Intan menutup catatan kecilnya. Rasa itu menyeruak, Intan tak bisa bernafas lancar. Seperti ada batu besar dalam hatinya setelah ia menulis cerita dalam catatan itu. Sesak.
Hampir Intan merutuki kebodohan dirinya, sampai ...
kring.. kring .. kring ..
Handphone Intan berbunyi dan menampilkan nama "K Arif" di layar.
"Ya kak", katanya.
"Kenapa belum tidur?", ujar suara diseberang telepon.
"Baru aja mau matiin lampu, kakak langsung nelpon", Intan berbohong.
"Wah, kebetulan banget ya? Dari tadi kamar kamu terang benderang Tan. Jangan bohong deh, tidur sana", Arif memerhatikan kamar Intan dari kamarnya yang memang terlihat.
Intan gelagapan dan langsung mematikan lampu kamarnya lalu menjawab, "Kan aku uda bilang baru aja mau matiin lampu."
"Yasudah, tidur la. Jangan pegang catatan kecil kamu itu lagi. Jangan lupa berdoa", klik. Sambungan telepon terputus. Intan melihat catatan kecil dalam dekapannya kemudian memasukkannya ke dalam tas sekolahnya.
Komentar
Posting Komentar