Oppung Doli, Masihol Ahu

Pematangsiantar, 2003
Kelas 3 SD
"huhuhu... rindu aku sama mama", menangis diam-diam.
Keesokan harinya,
"Disinilah kau nang tinggal sama oppung. Nah, uda oppung belikan buku bahasa inggris yang kau pengen itu".
Aku menggeleng dan menatap iba pada mama.
"Nah, nah, ambillah boru bukunya nah, oppung beli untukmu ini", aku menerima buku ini bersama air mata. Aku tidak tahu arti air mata itu. Entah karena aku sedih dipaksa tinggal bersama mereka atau sedih karena harus meninggalkan mereka berdua.
Pada akhirnya aku dibawa pulang oleh mama dan meninggalkan oppungku berdua di rumah tua itu.


Sibolga, 2005
Kelas 5 SD
"Wid, sinilah, ada yang mau oppung bilang samamu", aku menghentikan permainanku bersama sepupuku, menghampiri oppung di teras rumah.
"Jadi, berapalah habis uang di celenganmu yang diminta Bapak?", pikiranku melayang mengulang hari dimana kami hendak pulang kampung ke Sibolga untuk merayakan tahun baru bersama tapi terhalang karena mama dan bapak tidak punya uang lagi.
"Kalau kita pecahkan celenganmu, bolehnya nang?", bapak bertanya pelan padaku.
Aku tidak menjawab tapi memeluk celenganku erat-erat, kurasa itu adalah bentuk jawaban tanpa suara.
"Nanti bapak ganti pun. Ga ada lagi uang kita. Kalau gak pulang kita, cuma kitalah nanti yang gak kumpul sama oppung disana", mungkin itu cara bapak menggodaku.
Akhirnya dengan berat hati aku menyerahkan celenganku untuk dipecahkan. Koin-koin uang jajan yang sudah kusisihkan harus rela berpindah tangan pada bapak.
Dan, disinilah aku sekarang. Duduk berdua dengan oppung di teras rumahnya membicarakan uang itu.
"Ah, udalah pung. Gak apa-apanya", jawabku.
"Eh, kan uda janji bapak untuk diganti uangmu. Nah, inilah ganti uangmu itu ya. Simpan, jangan tau adekmu, nanti cemburu orang itu", oppung menyerahkan sejumlah uang langsung ke tanganku. Jangan tanya berapa jumlahnya, aku yang masih SD cukup terharu menerimanya.

Aku mencintai mereka. Sekarang mereka sudah tidak ada. Kalau kami ke Sibolga, kami pasti jiarah ke makam oppung. Tapi jujur kami jarang sekali jiarah ke makam oppung Siantar. Karena letak makamnya agak jauh dan ke pelosok.
Suatu ketika aku bermimpi bertemu dengan oppung Siantar. Ketika aku bercerita pada mama, mama bilang, "Bah, harus jiarah kita ke tempat oppung."
Memang sudah lama sekali kami tidak jiarah ke sana. Dan beberapa minggu kemudian kami jiarah bersama mama bapak dan adik-adikku.

Sekarang aku berada di kota yang sangat jauh dari kampung halamanku. Suatu malam, entah bagaimana, aku mengalami mimpi yang sampai hari ini tidak bisa kulupakan.
Aku memasuki suatu ruangan dan bertemu dengan oppung Siantar, kupeluk dia karena aku sudah sangat rindu. Beberapa saat kemudian, oppung Sibolga memasuki ruangan yang sama dengan kami dan aku sangat terkejut. Aku memeluk mereka dengan sangat erat. Mereka memelukku juga sambil tersenyum. Kemudian pelan-pelan mereka berdua berjalan meninggalkan aku seorang diri. Mereka saling merangkul dan melambaikan tangan padaku.
Aku sadar mereka sudah tidak ada dan aku sangat sedih karena mereka meninggalkanku. Aku menangis dan menangis. Aku mencubit lenganku sendiri dalam mimpi itu supaya aku bangun. Aku sadar aku bermimpi karena aku tidak merasakan apa-apa dari cubitanku.
Lalu aku terbangun dan...
aku benar-benar menangis dan air mata itu masih ada, nyata

Ah, rinduku ternyata tak sampai pada alam sadar dan memuai di bawah alam sadar.
Tidak apa, nanti akhir tahun aku akan menemui kalian. Aku juga rindu :)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Musim Kehilangan