Sedikit cerita tentang si bungsu

Hari ini aku tepat berusia
21 tahun 9 bulan 10 hari
Bukan peringatan yang spesial memang...

Tapi ada suatu hal yang baru terpikirkan olehku karena isi pesan singkat ibu-ku tadi pagi.
Nangis tadi dia loh. Jadi sedih mama
Itu sedikit kalimat yang ada dalam pesan singkat yang dikirimkan ibuku.

4 tahun yang lalu,
aku pernah mengalami suatu kegagalan.
Tapi aku tidak menangis, tidak telalu sedih juga, karena aku menganggap aku memang belum berusaha semaksimal mungkin dan mungkin hal itu belum menjadi rejekiku.
Kemudian, aku tidak mengalami kegagalan yang sama lagi.

Malah Tuhan memberikan aku berkat ganda yang kemudian aku harus memilih salah 1 dari berkat itu untuk diteruskan.
Ya, masuk ke perguruan tinggi.
4 tahun yang lalu aku dipercayakan pada 2 tempat.
Salah satu kampus swasta di pinggiran danau Toba dengan jurusan yang sama sekali belum terpikirkan olehku.
Dan ...
Salah satu kampus negri di kota asal presiden Jokowi dengan jurusan yang sangat kuidam-idamkan.
And guess what I choose?

Hari ini,
aku sedang duduk di sebuah meja kerja, didepan sebuah macbook dengan rentetan tulisan-absurd-yang-sulit-dimengerti-manusia-awam (read : coding)

Saat aku mengingat pesan singkat ibuku, aku tersenyum.
Ternyata aku memang bukan anak-anak lagi (setiap kali aku ada di depan kaca dan bilang ke ibu, ma, uda kakak-kakak ternyata aku ya. Ibu tertawa dan menjawab, ya memang)
Adikku paling bungsu sudah menyelesaikan SMA-nya, sudah lulus dan sedang berjuang untuk menempati salah satu kursi di perguruan tinggi.
Wah, si bungsu kami ternyata sudah jadi kakak-kakak juga, batinku.

Dan subjek dari pesan singkat ibuku tadi adalah adikku yang paling bungsu.

Dia sedang mengalami sebuah kegagalan sekarang. Dua kegagalan dalam satu minggu.
Dan dia menangis :')
Wajar.
Karna mungkin adikku menaruh harapan besar pada kegagalan yang ia temui itu.
Dan sebagai kakak, aku tau adikku.
Aku tau kalau ia akan gagal. Dan aku sudah mengatakannya pada Ibuku.
Namun kami tetap mendukungnya.
Kenapa?
Karena ia membutuhkannya. Aku tidak mau mematikan tekadnya bahkan sebelum ia melangkah maju. Ia memang melangkah, tapi kuda-kuda nya kurang kuat. Makanya ia gagal.

Sedih dan bahagia, kurasakan.
Kenapa?
Sedih, karena walaupun aku tau ia akan gagal, kegagalan pasti menjadi sumber kesedihan
Bahagia, karena akhirnya ia merasakan bagaimana rasanya gagal.
Adikku punya perawakan keras. Mungkin karena si bungsu, apa saja yang ia inginkan lebih mudah didapatkan dibandingkan saat aku ada di posisinya. Dia juga selalu masuk peringkat 10 besar terbaik di kelasnya.
Sehingga jarang sekali ia merasakan kegagalan.

Apa yang ingin kusampaikan?
Aku ingin sekali setelah kegagalannya kali ini, ia bisa berjuang lebih keras.
Ia harus tau bahwa menjadi 10 terbaik di kelas tidak akan ada apa-apa nya dibandingkan bersaing dengan seluruh anak sebayanya se-Indonesia.

Keep fighting, kennong :D

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Musim Kehilangan