"Aku boleh menelponmu?", kettikku dilayar ponsel. Ingin kutekan tombol kirim lalu enggan kulakukan. Aku berbicara saja dalam hati, "Perasaanku sedang gusar, aku ingin mendengar suaramu, itu saja. Kau tak perlu bertanya alasannya, dengarkan saja", begitu kira-kira. Tapi belakangan ini kau sibuk. Sibuk dengan keperluanmu sendiri, sibuk dengan kepentinganmu sendiri, sibuk dengan hal yang tak boleh kuketahui sama sekali. Aku sampai bingung apakah aku boleh bertanya kau sedang apa, sedang dimana dan bersama siapa. Rasanya semuanya serba salah. Kau bahkan tidak bercerita apa pun tentang harimu ketika kutanya. Aku sampai membujuk diriku sendiri untuk tak lagi mau tau tentang dirimu dan kesibukanmu. Toh jika itu perlu untuk kuketahui, kau pasti bercerita, jika tidak maka hal itu akan kau simpan sendiri. Aku ingat kau pernah bilang, "Aku tak mau membicarakan hal yang tidak ada hasilnya. Nanti saja, jika sudah berhasil". Padahal aku senang mendengarkan cerita ngalo
Postingan populer dari blog ini
Aku menyerah pada takdir hidup dan perjalanan. Pada akhirnya apa yang kuharapkan, lagi-lagi, tidak mencapai titik terang versiku. Katanya mungkin aku diharapkan melihat dari sisi lain. Tapi lagi-lagi perenungan bertahun-tahun membuatku tak bergeming. Kali ini sudah kucurahkan, lagi, semua rasa semua hal semua perjuangan yang kupunya dengan maksimal walau aku tau mungkin tak akan berujung. Dan benar, setelah tahun-tahun perjuangan dan pengorbanan tetap saja hasilnya sama. Kemudian caraku mengikhlaskan semua seperti dulu harus lagi kukerahkan. Kubiarkan diriku mati untuk beberapa saat, mungkin kali ini akan lebih lama. Setelah itu, apa pun yang menjadi titik perjalanan berikutnya akan kugapai dengan sisa hati yang tak berbentuk lagi. Aku akan membangun benteng dengan pondasi lebih kuat. Melirik, mengamati lebih jelas sebelum bentengku ditembus lagi. Kali ini rasanya akan pelik, mengingat kehidupan punya tekanan sendiri pada bentengku. Aku sudah menyerah. Tidak punya kekuatan lagi. Sunggu
Musim Kehilangan
Kemarin aku berdiskusi dengan beberapa teman, "Iya ya, setelah beberapa tahun lalu musim menikah, sekarang sepertinya musim orang tua sakit dan pergi", kira-kira itulah bentuk diskusi kami. Aku sudah mendapatkan bagian turut berbelasungkawa dari banyak pihak. 20 November 2023 kemarin, ayahku berpulang. Lalu hari ini mamaku juga menyampaikan pesan singkat, ayah salah satu temanku juga berpulang. Begitu kira-kira. Beberapa waktu lalu aku pernah berpikir dan bergumam dalam hati, "Kenapa orang baik selalu lebih cepat berpulang ya?" Kesannya seakan orang jahat jalannya untuk berpulang lebih sulit dan lama. Tidak, bukan begitu maksudku. Aku sampai melanjutkan lagi, "Maunya bapak ini jangan terlalu baik sama orang lain, ntar berpulangnya cepat". Statement aneh berikutnya dariku. Lalu dia berpulang, cukup cepat untuk dia yang masih 56 tahun berziarah di dunia, cukup cepat untuk kami yang tidak bisa mengukir lebih panjang memori dengan dia. Tapi siapa kami yang me
Komentar
Posting Komentar