Rumah mewah tiga lantai

Apa itu pertigaan malam?

Kalimat dengan kata-kata "pertigaan malam" sering kali kutemukan dalam cerita-cerita fiksi. Sepertinya menarik menggunakan kata-kata itu. Mari kita gunakan.

Pertigaan malam menjadi waktu yang tepat untuk duduk di teras rumah, ditemani petikan gitar dari  pemutar musik ponsel dan segelas anggur merah. Berharap mendapatkan kehangatan dari dinginnya pertigaan malam.

Hal yang bisa dimainkan selanjutnya adalah pikiran kita sendiri. Kadang dapat dikontrol, tidak jarang juga dibiarkan diluar kendali. Memikirkan hari esok atau hari lalu, kenangan baik atau kenangan menyebalkan, tertawa dan sesal.

Lalu entah bagaimana kenangan aku di dalam taksi, sengaja melewati rumah mewah tiga lantai itu lewat dari pikiranku. Andai saja waktu itu aku punya sedikit saja keberanian untuk turun dari taksi, mendapati pria yang baru saja melewati pagar untuk masuk, atau berbicara pada perempuan di tangga menuju teras rumah, atau mencegat wanita tua dengan motor tua yang baru akan pergi dari rumah itu, aku tidak tau kelanjutannya akan seperti apa. Mungkin ceritanya akan jauh lebih menarik.

Oh wanita tua itu membawa pulang martabak yang sudah kusangkutkan di gerbang rumah itu. Mereka semua tidak muncul ketika aku menyangkutkan martabak itu sebelumnya.

Tapi aku berakhir di dalam taksi, diam dan melihat semua tanpa melakukan aksi apa pun. Lalu keadaan kembali kosong, rumah itu sepi seperti tak berpenghuni.

Tapi kenapa aku harus melihat seseorang mematikan lampu teras lantai tiga saat aku menyakutkan martabak itu? Kenapa aku harus melihat seseorang mengintip dari gorden lantai tiga? Mungkin itu bukan apa-apa. Tapi kenapa?

Oh, andai saja saat itu keberanianku muncul dan aku bisa melangkahkan kakiku keluar dari taksi itu.

Andai saja!


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Musim Kehilangan