Namanya F...

May 2018.
"So what do you think about us?", katanya.
"What do you expect?", jawabku.
"We're on the track to building something", katanya.

Namanya Fernando. Seorang lelaki yang kuputuskan untuk kusukai setelah hampir dua tahun aku menutup hati. Bukan tidak ada pria sebelum dia. Tapi aku memilih tidak dengan mereka. Seperti belum siap, belum sembuh dari lukaku sebelumnya.

Namanya Fernando. Seorang lelaki yang tidak pernah benar-benar berinteraksi denganku walau kami sudah mengenal lebih dari lima tahun waktu itu. Entah bagaimana awalnya, aku lupa. Yang kutau kami mulai sering bertukar kabar dan ada yang membuatku tertarik padanya, lagi, entah kenapa.

Beberapa bulan menjadi terasa indah. Dia menjadi pria yang memperhatikan beberapa hal kecil yang menyenangkanku dan aku, secara sadar, menyukainya. Aku senang dan tidak percaya diri secara bersamaan. Dia memiliki mantan kekasih yang pintar, cantik, tinggi, pemalu yang sangat bertolak belakang dengan aku. Insecure kalau bahasa orang sekarang.

Sering kali aku sibuk memikirkan cara bagaimana menyenangkannya, bagaimana membuat dia nyaman, bagaimana supaya dia melihat aku sebagai pasangan yang cocok untuknya. Pertanyaan dalam kepalaku, "Duh, dia senang ga ya hal ini?"
Atau, "Duh, dia ilfeel ga ya?"
Atau, "Duh, aneh ga sih kalau kasih perhatian kayak gini?"
Atau, "Duh, dia nyaman ga ya bersamaku?"

Aku lupa.

Aku tidak memberi ruang untukku benar-benar mempedulikan diriku sendiri. Aku tidak memperhatikan bahwa aku butuh aku.

Aku gagal.

Akhir tahun dia menghilang.
Lalu dia meninggalkanku. Aku lupa kalimat terakhirnya. Intinya, "we are not in the same path".
Atau, "It's not working between us".
Aku diam, bingung, sedih, heran, tidak membalas.
Berhari-hari,
lalu kemudian tetap tidak kubalas dan kuhapus semua pesan darinya.

Dia mengatakannya disaat aku benar-benar memilih untuk memulai lagi, disaat aku mulai percaya lagi, disaat aku mulai benar-benar menyukainya.
Sedih? Tentu saja!
"Sial sekali! Aku benar-benar menyukainya", kurutuki diriku saat itu.

Tidak ada cerita lain setelah itu. Tidak ada lagi aku yang memulai mengirim pesan atau dia yang mengajakku makan mie aceh kemudian minum kopi toraja.

Kenapa cerita ini tertulis?
Tadi aku melihat video klip Tulus menyanyikan lagu Bumerang secara akapela di media sosial.
Liriknya begini,

Dia biarkanku jatuh cintaLalu dia pergi seenaknyaDihantui raguTapi tak peduliGegabah jadi alasannya


Yap! Silakan melanjutkan lagunya.

Namanya Fernando. Seorang lelaki yang pernah mengukir cerita sangat singkat yang punya keistimewaan khusus untuk kutulis ceritanya di media ini.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Musim Kehilangan