Aku pernah menolak pelukan darimu saat aku menangis keras, entah karena apa waktu itu, aku lupa. Pernah ketika kau kutolak, kau tidak melanjutkan usahamu untuk memelukku. Pernah juga ketika kutolak, kau memaksa untuk memelukku.
Seingatku aku melawan bukan karena aku tidak butuh pelukan. Tapi karena aku telalu malu menunjukkan aku lemah dan butuh sandaran. Aku menolak karena aku merasa aku bisa melewatinya tanpa siapa pun. Aku menolak karena aku tidak terbiasa ditolong disaat sedih. Aku bingung harus bersikap bagaimana dikondisi itu.
Sekarang, aku melepaskan "kita" karena aku sendiri. Aku merasa "kita" sudah sampai garis akhir. Garis akhir yang memaksa kita untuk melangkah dengan jalur yang berbeda. Aku dengan keinginanku untuk bebas, kau dengan inginmu bertahan namun tak kupedulikan.
Kemarin kau terlintas dalam benakku. Aku selalu memikirkan ini ketika aku berpisah dengan mereka yang ada di masa laluku. Tapi aku menyadari aku tidak memikirkan ini setelah berpisah darimu. Tentang bagaimana aku ketika kau memiliki pendamping baru.
Apakah aku senang?
Apakah aku lega?
Atau aku tak bisa terima? Marah?
Aku tidak tau.
Mungkin aku akan lega. Paling tidak kau akhirnya memiliki seseorang untuk tempatmu berbagi. Toh, hidup memang selayaknya menjalani dan melewati banyak detik waktu yang tak akan berputar balik bukan?
Pun aku menceritakan bagaimana aku menginginkan perpisahan itu pada temanmu, aku ingin sekali kau tau bahwa aku menyelipkan kalimat ini dalam ceritaku,
"Dengan semua yang terjadi, dia baik kok. Dia selalu bertutur kata baik padaku. Dia mengusahakan yang terbaik untukku. Mungkin memang tak semaksimal yang dia harapkan, tapi dia berusaha. Tidak ada hal apa pun yang kusesali selama berhubungan dengannya."
Setelah ini waktu akan memulihkanmu. Aku tidak tau berapa lama, tapi ini semua hanya tentang waktu
Komentar
Posting Komentar