Sepanjang hari ini bisaku hanya tersenyum, sesekali tertawa kecil.
Bagaimana bisa Tuhan menjawab doaku dengan cara seperti ini?

Bertahun aku berdoa dengan isi yang sama. Doa yang kadang aku bahkan bingung harus mengimaninya seperti apa. Doa yang kadang kuucapkan tapi kosong yang kurasakan. Kadang doanya sangat khusyuk, terkesan memerintah malah. Tapi semakin lama isi doa yang sama itu rasanya lebih ke berserah.

Langkah besar untuk keputusan yang kuambil membuat aku bingung sendiri, takut, sedih, rasanya seperti orang jahat. Berulang kali memberi afirmasi positif untuk diri sendiri bahwa mungkin ini adalah waktunya, sudah saatnya. Semua akan baik-baik saja. Aku merasa aku pasti bisa. Sesekali aku menangis, menghentikan perkelahian antara perasaan dan pikiranku, lelah sekali.

Lalu hari ini seorang teman mengirimkan pesan, "Kak, boleh aku call?"
"Boleh", kataku. Niatku adalah bercerita padanya dan mendengar cerita dari versinya.

Satu jam empat puluh enam menit kami berbincang, cukup lama. Cerita yang bahkan di beberapa menit pertama langsung membuatku terhenyak. Aku masih mendengarnya tapi otakku sampai berkata : SEBENTAR!

Hatiku melengos seakan mengatakan, "Tuhkan, mamam tuh pikiran positif lu".
Tentang hatiku, sudah lama dia hambar. Bahkan diriku sendiri ingin sekali mengajari hatiku berempati lagi. Sepertinya rasa empati ini sudah lama mati, sejak lebih dari tujuh tahun lalu.

Tapi cerita dari teman ini memang sanga-sangat membuat aku terkejut, shock, hah-heh-hoh!

SEBENTAR! Gimana? Kok bisa? Kok tega? Kok seperti tidak bermoral? Kok sepertinya aku tidak punya harga? Kok sepertinya aku dikhianati dan ditertawakan disaat bersamaan tanpa henti dan bertahun-tahun?

Pikiranku berkecamuk. Semua cerita lima tahun terakhir ini berputar-putar tidak sinkron, acak, tak mampu kukontrol pikiranku sendiri. Semua rencana baik yang kuputuskan untuk kusudahi semakin jelas dan meyakinkan. Tapi tak kuduga caranya seperti ini.

Setelah pembicaraan yang panjang itu. Aku memberi diriku jeda. Diam.

Lalu aku tertawa, "Astaga..."
Tak habis pikirku. Tapi dibalik "astaga" itu aku hanya terpukau dengan cara Tuhan bekerja. Lagi dia memberi tahu aku ada cara sederhana diluar nalarku untuk menunjukkan kuasaNya.

Luar biasa kasih Tuhan padaku. Dia benar-benar menemani prosesku. Dari aku yang bebal, memerintah, hingga berserah. Dia benar-benar melihat sampai batas mana aku menggunakan kemanusiaanku.
"Ampun Tuhan", kataku sambil tertawa.
Aku hendak mengajak Bunda Maria bercanda, "Makasih ya Bunda uda sampaikan doaku ke Tuhan. Parah banget ya ternyata, Bun. Segininya ya Bun caranya Tuhan".

Aku bangga menyerahkan semuanya pada Tuhan. Toh ternyata siapalah aku yang mengganggap kesanggupanku hanya dari kekuatanku sendiri. Salah besar!

Kini dengan mantap dan yakin aku mengatakan, "Aku siap dengan adventure baru ini. Aku tau Tuhan campur tangan. Semoga perjalanan setelah ini bermuara indah pada rencana baik Tuhan"

Komentar

Postingan populer dari blog ini

HAMBAR